Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan upaya penyelamatan atas 10 Warga Negara Indonesia yang menjadi sandera kelompok militan Abu Sayyaf akan diarahkan pada negosiasi. Dengan demikian, operasi militer tidak akan menjadi opsi pilihan penyelamatan.
"Kami sedang berada di ranah negosiasi. Mudah-mudahan ini yang terbaik karena dengan kegiatan yang kita lakukan itu ada dampaknya," kata Ryamizard ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (7/4).
Ryamizard mengatakan saat ini pemerintah Indonesia bersama-sama dengan pemerintah Filipina masih mempersiapkan proses negosiasi tersebut. Rencananya, negosiasi akan dilakukan secepatnya pada Jumat malam besok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini masih tahap negosiasi bisa mundur-mundur," katanya.
Ryamizard mengatakan dirinya berharap upaya negosiasi menjadi pilihan terbaik dibandingkan melakukan operasi militer terhadap aksi penyanderaan tersebut. Sebabnya, bagaimanapun aksi militer akan berpotensi untuk jatuhnya korban jiwa.
"Kalau yang mati itu terorisnya, enggak masalah. Kalau yang mati rakyat, disayangkan," ujarnya.
Dia kemudian mengatakan negosiasi tersebut akan dilakukan pemerintah Filipina langsung kepada kelompok Abu Sayyaf. Indonesia tidak akan berpartisipasi ke dalam aksi tersebut, karena tidak memiliki izin untuk masuk ke perairan Filipina. "Kami tidak boleh masuk."
Ryamizard mengatakan dalam negosiasi tersebut akan diajukan opsi tebusan. Meski demikian, dia menegaskan dana tersebut tidak akan dibiayai oleh negara. Ryamizard mengatakan kelompok tersebut meminta uang tebusan karena adanya persoalan ekonomi.
"Kemudian yang di sana, ada kelompok yang kering dan kurang makan. Itu masalah perut," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Ketut Untung Yoga secara terpisah mengatakan Polri terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait meski tidak bisa turun langsung pada operasi penyelamatan.
Kapal tongkang Anand 12 dan Brahma 12 yang membawa 7 ribu ton batu bara bertolak dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menuju Filipina pada 15 Maret. Kedua kapal kemudian dibajak Abu Sayyaf di perairan Sulu pada 27 Maret lalu.
Kapal Brahma 12 sudah lebih dahulu dilepas dan kini berada di tangan otoritas Filipina. Sementara 10 WNI ABK Anand 12 hingga saat ini masih disandera militan Abu Sayyaf, yang meminta uang tebusan sekitar Rp15 miliar.
(utd)