Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak bisa turut serta dalam pembebasan 10 WNI sandera kelompok militan Abu Sayyaf di Fillipina. Oleh karena itu, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti berpesan agar pemerintah Filipina fokus terhadap keselamatan para sandera.
"Filipina di konstitusinya tidak mungkin ada kekuatan militer asing untuk ke sana sehingga tidak mungkin kami melakukan operasi di sana. Kami harap Filipina (bisa menyelamatkan), dan pesan paling utama bagaimana sandera itu bisa selamat," kata Badrodin di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (6/4).
Badrodin mengatakan, berdasarkan informasi yang dia peroleh, para sandera masih berada di tempat yang sama, meski tidak menyebutkan pastinya. Pihak perusahaan juga, menurutnya, masih terus berkomunikasi dengan pelaku untuk bernegosiasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika ditanya apakah Polri berpegang pada kebijakan penyelamatan tanpa tebusan, Badrodin hanya menjawab bahwa prioritas pemerintah tetap pada penyelamatan sandera.
Sementara itu, Kepala Divisi Hubungan Internasional Inspektur Jenderal Ketut Untung Yoga secara terpisah mengatakan Polri terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait meski tidak bisa turun langsung pada operasi penyelamatan.
"Berdasarkan informasi terakhir tim penyelamat sudah mendekati posisi sandera, tapi belum ada informasi lebih lanjut," ujarnya.
Kapal tongkang Anand 12 dan Brahma 12 yang membawa 7 ribu ton batu bara bertolak dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menuju Filipina pada 15 Maret. Kedua kapal kemudian dibajak Abu Sayyaf di perairan Sulu pada 27 Maret lalu.
Kapal Brahma 12 sudah lebih dahulu dilepas dan kini berada di tangan otoritas Filipina. Sementara 10 WNI ABK Anand 12 hingga saat ini masih disandera militan Abu Sayyaf, yang meminta uang tebusan sekitar Rp15 miliar.
(utd)