Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Pengurus Pusat Muhammadiyah bersama tim dokter forensik mengungkap, tewasnya terduga teroris asal Klaten, Siyono akibat tindak kekerasan menggunakan benda tumpul di bagian dada. Fakta dari hasil autopsi memperlihatkan tulang dada Siyono patah dan ada lima luka patah tulang di bagian iga sebelah kiri, dan satu di sebelah kanan yang keluar.
"Kematian Siyono diakibatkan benda tumpul di bagian rongga dada, ada patah tulang," kata Komisioner Komnas HAM Sianne Indriani, dalam konferensi pers di kantornya, Senin (11/4).
Pada bagian inilah, kata Sianne, tulang tersebut mengarah ke jantung dan menjadi titik penyebab kematian Siyono. Hal ini sekaligus membantah pernyataan kepolisian yang menyebut kematian Siyono akibat benturan di bagian kepala.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi memang ada luka di bagian kepala, tapi tidak menyebabkan kematian. Di situ tidak terlalu banyak pendarahan," ujar Sianne.
Dia menambahkan, berdasarkan hasil analisis sementara, proses kekerasan terhadap Siyono dilakukan dalam posisi menyandar. Sehingga terdapat indikasi luka memar di bagian punggung akibat tekanan dari depan.
Selain itu, Sianne menerangkan, dari seluruh rangkaian autopsi ini, tidak ditemukan bentuk perlawanan dari Siyono. Berdasarkan luka-luka yang diteliti, Siyono tidak melakukan upaya defensif saat dilakukan tindak kekerasan oleh oknum anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror.
Ketua Umum Pemuda PP Muhammadiyah Dahnil Anzar Simajuntak juga menambahkan, hasil autopsi juga tidak menemukan jasad Siyono telah diautopsi sebelumnya oleh pihak kepolisian.
"Tidak benar sudah dilakukan autopsi terhadap jasad Siyono sebelumnya. Ini autopsi pertama," kata Dahnil.
Untuk itu, pihak Muhammadiyah melalui Ketua Bidang Hukum PP Muhammadiyah Busryo Muqoddas dan Komnas HAM akan merapatkan lebih lanjut mengenai tindakan yang akan diambil selanjutnya.
Busyro menegaskan dalam menyikapi persoalan ini, pihaknya telah bekerjasama dengan aktivis HAM lainnya agar hal serupa tidak terjadi di kemudian hari.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasam Korupsi itu mengatakan, upaya Muhammadiyah dalam melakukan autopsi juga bagian dari pengungkapan kasus secara akademis.
"Langkah kami akademis, menggunakan nalar akademis," ujar Busyro.
Diwarnai Aksi DemonstrasiSelama proses pengumuman hasil autopsi, puluhan massa yang mengatasnamakan Gerakan Muslim Nusantara (GMN) melakukan demonstrasi. Mereka menuntut agar Densus 88 Antiteror dibubarkan akibat kejadian tewasnya Siyono.
Dalam orasinya, mereka juga berkata Densus 88 Antiteror telah melakukan diskriminasi terhadap umat muslim di Indonesia. "Kami datang ingin menyampaikan rasa prihatin, karena Densus 88 telah menebar teror umat islam. Densus terbukti melakukan itu," kata Abu Nusaiba dalam orasinya.
Sebelumnya, Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Propam) telah memeriksa tujuh saksi terkait tewasnya seorang terduga teroris, Siyono, dalam pemeriksaan tim Densus 88 Antiteror di Klaten, Jawa Tengah, Maret lalu.
"Khusus Densus ada tujuh orang yang saya periksa, termasuk dua anggota yang mengawal dan menyupir," kata Kepala Divisi Propam Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan di Markas Besar Polri, Jakarta.
(rdk)