Jakarta, CNN Indonesia -- Sunny Tanuwdijaja, Staf Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mengatakan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi pernah bertanya kepadanya soal posisi Ahok dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Reklamasi Pantai Utara DKI Jakarta.
"Makanya ketika Pak Sanusi dan saya kontak, dia tanya gimana posisinya Pak Gubernur. Pak Gubernur saat itu ada dalam posisi terserah kalau DPRD mau ngerjain dengan bikin
deadlock atau mau nyoret, terserah ya," kata Sunny di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (11/4).
Pembahasan Raperda macet lantaran belum ada kata sepakat antara pihak eksekutif dengan legislatif DKI Jakarta. Eksekutif menginginkan pengembang wajib membayar kontribusi tambahan uang sebanyak 15 persen dari luas pulau yang dapat dijualbelikan dikalikan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Namun legislatif menolak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada pada 8 Maret antara kedua pihak, DPRD justru mengusulkan kontribusi dibebankan sebanyak lima persen dari konversi lahan yang dapat dijualbelikan. Ahok masih tak sepakat.
"Kalau DPRD masukin aturan kontribusi 15 persen ya bagus, kalau DPRD lepas ya nanti Pak Ahok menaruhnya di Peraturan Gubernur," kata Sunny yang kini dicegah KPK ke luar negeri.
Menurut Sunny, kebijakan 15 persen ini telah sesuai dengan masukan sejumlah pihak. Dua pertimbangam utama yakni terkait pendapatan pemerintah daerah yang akan meningkat dan pertimbangan dasar hukum.
Meski sempat berhubungan dengan Sanusi, Sunny menolak disebut sebagai penghubung eksekutif dan legislatif. Ia juga menampik ada negosiasi angka persenan kontribusi tersebut. Percakapannya dengan Sanusi tercipta lantaran ada permintaan dari pihak pengembang.
"Saat itu daf Raperda dari Bappeda (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) itu sudah selesai, kemudian diajukan ke DPRD tapi tidak bergerak. Paguyuban (pengembang) tanya, saya minta cek ke DPRD tapi sudah dicek berkali-kali tidak jelas. Ya sudah saya tanya Sanusi, dia yang tahu soal beginian," ucap Sunny.
Raperda Reklamasi Pantai Utara Jakarta menjadi sorotan publik ketika KPK menduga Sanusi menerima suap senilai Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja beserta karyawannya Trinanda.
Dalam Raperda, tertulis kewajiban pengembang membayar uang kontribusi tambahan untuk pemerintah sebanyak 15 persen. Diketahui, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land yakni PT Muara Wisesa menggarap reklamasi Pulau G.
(agk)