Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menyatakan gugatan yang diajukan Setya Novanto terkait dengan Uji Materi Undang-Undang Pasal 88 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 15 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dianggap janggal. Alasannya, Setya yang menjabat anggota DPR mempertanyakan konstitusional yang dibuat sendiri oleh parlemen.
"Jika demikian berarti DPR mempersoalkan hasil tindakan konstitusionalnya sendiri di depan MK. Oleh karena itu, pemohon yang bertindak sebagai anggota DPR tidak memiliki hak atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana didalilkan oleh pemohon," kata Koordinator Jaksa Muda bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung Mohammad Dofir, Senin (11/4).
Sidang uji materi hari ini beragendakan mendengarkan keterangan pihak termohon yakni anggota DPR dan Presiden. Dalam menyampaikan keterangannya, pemerintah diwakilkan oleh Kejaksaan Agung RI.
Setya Novanto mengajukan permohonan uji materi atas Pasal 88 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 15 tentang pemberantasan UU Tipikor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setya menilai pengertian permufakatan jahat dalam Pasal 88 KUHP yang menjadi rujukan dalam UU Tipikor adalah tidak jelas. Menurutnya, frasa tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya pelanggaran hak asasi akibat penegakan hukum yang keliru.
Setya mengajukan uji materi ini setelah kejaksaan memeriksa dugaan dirinya terlibat dalam permufakatan jahat untuk memperpanjang izin divestasi saham PT Freeport Indonesia.
Lebih lanjut, dalam sidang uji materi yang digelar hari ini, Mohamad juga menyatakan gugatan Setya tidak memiliki kedudukan hukum yang jelas.
"Setelah membaca permohonan, yang dipermasalahkan pemohon adalah mengenai penerapan norma suatu UU pengaduan konstitusi. Namun oleh pemohon pengajuan tersebut dimaksudkan sebagai permohonan pengujian dengan dalil bahwa pasal 15 UU Tipikor bertentangan dengan pasal-pasal yang termuat dalam UUD tahun 1945," kata Mohamad.
Pemerintah menjelaskan bahwa permohonan pemohon tidak sesuai dengan kewenangan MK. MK hanya berwenang menguji UUD 1945 bukan memberi tafsir konstitusional.
"Dengan demikian MK tidak berwenang mengurusi, memeriksa, dan menindaklanjuti perkara ini," kata Mohammad.
(yul)