Jakarta, CNN Indonesia -- Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menyatakan hasil autopsi jasad terduga teroris asal Klaten, Siyono menunjukkan pemberantasan terorisme selama ini masih belum profesional.
"Memberantas teroris harus dilakukan dengan cara profesional dan bermartabat," kata Haris di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (11/4).
Selama ini, kata dia, pemberantasan terorisme masih belum mengutamakan penegakan hukum, seperti yang tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 23 Tahun 2011, terutama Pasal 19 Ayat 3.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam peraturan tersebut, penindakan yang menyebabkan matinya seseorang/tersangka harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Namun nyatanya selama ini belum terjadi.
"Saya pikir ini momen tepat untuk mengevaluasi," kata Haris.
Haris berharap, hasil autopsi terhadap jasad Siyono dapat menjadi titik balik pengungkapan kebenaran dan penegakan keadilan terhadap kasus dan isu-isu terkait pemberantasan terorisme.
Ketua Umum Pemuda PP Muhammadiyah Dahnil Anzar Simajuntak menambahkan, langkahnya bersama Komnas HAM dalam mengungkap hasil autopsi jasad Siyono, merupakan bentuk deradikalisasi sesungguhnya.
Jika hasil autopsi tidak dibuka, lanjutnya, maka cap teroris pada keluarga Siyono akan terus melekat. Hal itu, katanya, akan menyulitkan keluarga Siyono untuk menyambung hidup ke depan.
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Pengurus Pusat Muhammadiyah bersama tim dokter forensik mengungkap, tewasnya terduga teroris asal Klaten, Siyono akibat tindak kekerasan menggunakan benda tumpul di bagian dada.
Fakta dari hasil autopsi memperlihatkan tulang dada Siyono patah dan ada lima luka patah tulang di bagian iga sebelah kiri. Satu tulang kanannya juga keluar.
(rsa)