Reklamasi Dinilai Langgar Prosedur dan Rusak Ekosistem

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Minggu, 17 Apr 2016 17:45 WIB
Aktivis Yayasan Lembaga Hukum Indonesia Bahrain menilai belum ada peraturan daerah yang melindungi prosedur reklamasi.
Ratusan nelayan dan sejumlah aktivis menduduki pulau hasil reklamasi, Pulau G, di kawasan Jakarta Utara, Minggu (17/4). (CNN Indonesia/Aghnia Adzkia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Reklamasi Teluk Jakarta yang masih berlangsung hingga kini ditentang sejumlah pihak termasuk aktivis hukum dan lingkungan. Keduanya menganggap reklamasi menyengsarakan nelayan sekitar dan merusak ekosistem.

Aktivis Yayasan Lembaga Hukum Indonesia Bahrain menilai belum ada peraturan daerah yang melindungi prosedur reklamasi. "Ini harus pakai Perda yang digodok oleh DKI. Di situlah yang harusnya ruangnya selesai," kata Bahrain saat berunjuk rasa bersama para nelayan di Pulau G, Jakarta, Minggu (17/4).

Namun, pembahasan beleid tersebut justru dihentikan oleh DPRD DKI Jakarta dengan alasan ada proses hukum yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Alhasil, prosedur hukum belum tuntas tetapi pengurukan tanah telah dilakukan.
"Ini bisa dilihat semua alur prosedur belum dilengkapi sehingga kondisinya berdebat antara pemerintah DKI dan Kementerian. Padahal kalau dilihat dari undang-undangnya sendiri mekanismenya harus berurut. Makanya kami minta PTUN untuk membatalkan sementara," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hingga saat ini delapan dari 17 pulau reklamasi telah melakukan proses pengurukan tanah untuk menjadi daratan. Beberapa di antaranya sudah mulai membangun infrastruktur. Sementara pulau lainnya hanya mengantongi izin prinsip atau izin lokasi pulau.

Selain itu, reklamasi dianggap dapat merusak ekosistem kawasan pesisir. Air laut yang semakin keruh dan terumbu karang yang rusak menjadi akibat penimbunan tanah di kawasan tersebut.
"Dari 13 sungai yang mengalir kemari dan mereka tanam daratan di sini, maka air yang mengalir ke laut terhenti dan luasan banjir melebar," kata  Ketua WALHI Jakarta Mustaqim Dahlan di acara yang sama.

Mustaqim memprediksi dalam 15 hingga 20 tahun ke depan, akan terjadi bencana banjir badan di kawasan tersebut akibat naiknya air rob dan tertahannya aliran air.

"Hentikan ini, bangun dari pembangunan yang berperspektif ekologi. Tidak harus menanggul, tidak merusak terumbu karang, melakukan budidaya dan sebagainya," ujarnya.
(pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER