Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan membantah memimpin perusahaan di luar negeri seperti yang tercantum dalam Panama Papers.
"Saya tidak pernah terlibat di dalam itu dan saya tidak tahu apa Mayfair itu," kata Luhut di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (25/4).
Luhut, berdasarkan investigasi
Tempo yang dimuat di majalah itu, tercatat sebagai Direktur Mayfair International Ltd yang terdaftar di Seychelles –negara kepulauan di lepas pantai timur Afrika, Samudra Hindia– pada 2006.
Saham Mayfair dilaporkan dimiliki oleh PT Buana Inti Energi dan PT Persada Inti Energi. PT Buana memegang 40 ribu lembar saham Mayfair, sedangkan PT Persada mengantongi 10 ribu lembar saham Mayfair. Tiap lembar saham bernilai US$1.
PT Buana Inti Energi ialah salah satu anak perusahaan PT Toba Sejahtra yang didirikan pada 2004 oleh Luhut. Perusahaan ini memiliki empat bisnis inti, yakni batu bara, minyak gas, pembangkit listrik, dan agrikultur.
Menurut
tobabara.com, situs resmi Toba Bara Sejahtra yang juga merupakan salah satu anak perusahaan PT Toba Sejahtera, Luhut sampai saat ini tetap menjadi pemegang saham mayoritas di perusahaan yang pernah dipimpin oleh putranya itu.
Sementara PT Persada Inti Energi merupakan anggota konsorsium yang memenangi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap 2 di Bengkayang, Kalimantan Barat, senilai sekitar Rp630 miliar. Namun pembangunan PLTU itu kini terbengkalai.
Terkait PT Persada Inti Energi, Luhut membantah kedua perusahaan itu sebagai miliknya. Namun, ujar Luhut, PT Toba Sejahtra betul perusahaan miliknya.
“Toba Sejahtra memang perusahaan saya. Persada itu saya tidak tahu,” kata mantan staf kepresidenan itu.
Luhut menyatakan selalu taat membayar pajak. Ia pun mengatakan, alamat rumahnya yang disebut dalam Panama Papers saja salah.
Panama Papers ialah istilah untuk bocornya dokumen firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca, yang melayani jasa pembuatan perusahaan cangkang. Dokumen itu berisi nama-nama perusahaan cangkang di negara suaka pajak. Kebocoran itu diinvestigasi oleh lebih dari 100 media di dunia, termasuk Tempo dari Indonesia, di bawah koordinasi International Consortium of Investigative Journalists.
Pekan lalu, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki menyatakan Presiden Jokowi akan memimpin rapat untuk membahas tindakan yang bakal diambil pemerintah Indonesia terkait nama-nama wajib pajak Indonesia yang masuk dalam Panama Papers.
Menurut Teten, langkah itu diambil setelah presiden mendapat laporan dari Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro yang telah mencocokkan nama di dalam daftar Panama Papers, dengan data dari kantor pajak.
Ada sekitar 2.960 nama dari Indonesia yang tercantum sebagai klien 43 perusahaan cangkang yang terafiliasi dengan Mossack Fonseca. Terlepas dari itu, memiliki perusahaan cangkang di negara suaka pajak belum tentu pelanggaran.
Di sisi lain, perusahaan cangkang kerap digunakan pemiliknya untuk menggelapkan pajak, mencuci uang, dan menyembunyikan harta hasil tindak ilegal. Sementara Mossack Fonseca menyatakan tak melanggar hukum dan melakukan praktik secara legal sesuai peraturan yang berlaku di Panama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(agk)