Jakarta, CNN Indonesia -- Empat belas warga negara Indonesia hingga kini masih disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Pemerintah tidak akan mengurusi tebusan yang diminta kelompok penyandera. Hal itu menjadi urusan perusahaan.
Pernyataan itu ditegaskan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan. Menurutnya, pemerintah tidak setuju dengan permintaan tebusan yang diajukan Abu Sayyaf.
"Mengenai tebusan, saya juga enggak setuju. Tapi kalau perusahaan mau negosiasi sana, itu urusan dia. Itu kan pegawai dia," kata Luhut di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (21/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menambakan, jika perusahaan tidak mengurus pembayaran tebusan, keluarga yang tersandera akan menagih perusahaan untuk bertanggung jawab.
"Biarkan mereka bernegosiasi, itu urusan dia. Pemerintah Indonesia tidak terlibat dalam bayar-membayar itu," katanya.
Luhut mengatakan, saat ini proses negosiasi pembebasan 14 sandera masih berlangsung. Pemerintah hanya memantau sampai sejauh mana perkembangannya. Menurutnya, proses pembebasan kasus penyanderaan tidak bisa dilakukan dengan cepat.
"Penyanderaan ini tidak akan bisa penyelesaiannya segera," katanya. "Operasi pembebasan sandera itu suatu operasi yang sangat rumit. Jadi kita tidak bisa berandai-andai."
Dia menjelaskan, konstitusi Filipina menyebutkan tentara asing tidak boleh melakukan aktivitas di wilayah kedaulatan mereka. Karena itu, pemerintah Indonesia masih menunggu langkah dari pemerintah Filipina.
"Kita tunggu saja. Tidak ada
Operasi pembebasan sandera tanpa perencanaan yang super matang. Tunggu saja perkembanhannya, tapi yang bisa saya jamin sama Anda, komunikasi itu masih jalan," katanya.
Warga negara Indonesia yang disandera Abu Sayyaf seluruhnya berjumlah 14 orang. Awalnya penyanderaan dilakukan pada akhir Maret lalu kepada 10 WNI. Namun Jumat (15/4) pekan lalu ada empat WNI lagi yang menjadi korban penyanderaan.
(obs)