Kapolri Khawatir Penyebar Komunisme Dihakimi Masyarakat

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Kamis, 12 Mei 2016 12:48 WIB
Polri membenarkan sistem demokrasi menganut kebebasan berekspresi. Namun hukum yang melarang penyebaran komunisme pun dibuat oleh sistem demokrasi.
Aparat Kodim 0733/BS Semarang menyita atribut bergambar palu-arit di sebuah lapak klitikan kawasan Kota Lama Semarang. (CNN Indonesia/Damar Sinuko)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti mengungkapkan alasan pihaknya gencar menindak atribut-atribut dan simbol yang berbau komunisme.

"Kalau polisi tidak menyikapi, dikhawatirkan masyarakat akan main hakim sendiri," ujar Badrodin saat menghadiri forum diskusi soal bahaya komunisme di Jakarta, Kamis (12/5).

Untuk itulah, kata dia, Kepolisian melakukan tindakan hukum sesuai instrumen yang ada terhadap semua pihak yang kedapatan menggunakan atribut terlarang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Supaya tidak kebablasan dan tidak dimanfaatkan pihak tertentu," ujar Badrodin.

Tindakan yang dilakukan polisi ialah, pertama memeriksa pihak-pihak yang dicurigai untuk mengetahui motif; kedua menentukan langkah selanjutnya.

"Ini sesuai aturan hukum yang ada. Kalau misalnya Anda pakai kaus yang bergambar palu-arit, kami bawa ke kantor, kami lakukan pemeriksaan apa motifnya," kata Badrodin.

Penafsiran apakah simbol yang digunakan itu terkait penyebaran komunisme atau tidak, kata dia, dilakukan oleh ahli.

"Kalau memenuhi unsur, ya ancaman hukumannya 10 tahun," ujar jenderal bintang empat itu.
Sementara Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar ketika ditanya mengapa baru gencar menindak simbol komunisme saat ini, mengatakan pihaknya mencoba menyadarkan masyarakat akan keberadaan hukum pelarangan hal-hal berbau komunisme.

"Jadi di negara demokrasi ini ada hukum yang mengatur. Oleh karena itu saat ini diingatkan kembali oleh aturan dan itu harus dipatuhi," kata Boy.

Kebebasan berekspresi, ujar dia, memang ada pada sistem demokrasi. Namun, hukum yang melarang penyebaran komunisme pun dibuat oleh sistem demokrasi sehingga perlu dihormati.

"(Hukum itu melalui) proses legislasi yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan. Kami ini kan penegak hukum, jadi mengingatkan kembali pada warga bangsa ada hukum di negara kita," ujar Boy.

Dia juga tidak memungkiri tindakan Polri bisa mengakibatkan gejolak baru di masyarakat. Walau demikian, menurutnya, tata kelola pemerintahan lebih perlu diperhatikan.

"Untuk lahirnya sebuah perdamaian di Indonesia," kata Boy.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kemarin meminta masyarakat berhati-hati dengan dugaan penyebaran komunisme gaya baru. Sehari sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan PKI secara ideologis tak boleh ada lagi di Indonesia. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pun mengatakan pengguna atribut palu-arit harus ditangkap.

Sikap pemerintah tersebut mendapat kecaman antara lain dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Mereka menilai pelarangan itu bertentangan dengan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin warganya bebas dan merdeka untuk berkumpul dan berekspresi, termasuk mengenakan atribut apapun. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER