'Isu Kebangkitan Komunisme terkait Simposium 1965'

Anggi Kusumadewi | CNN Indonesia
Jumat, 13 Mei 2016 11:15 WIB
Letjen Purn Agus Widjojo, eks perwira tinggi TNI yang jadi Ketua Panitia Pengarah Simposium 1965, berkata pemberangusan atribut kiri ialah konsekuensi.
Aktivis Front Pancasila saat berunjuk rasa menolak Simposium 1965. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Letnan Jenderal Purnawirawan Agus Widjojo menduga penyitaan atas segala atribut berbau kiri, termasuk simbol palu-arit dan buku-buku yang dianggap berisi komunisme, terkait erat dengan Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 melalui Pendekatan Sejarah yang digelar April lalu.

Simposium itu mempertemukan korban, sejarawan, mantan jenderal TNI, dan para tokoh di pusaran peristiwa 1965 untuk menguak apa yang sesungguhnya terjadi pada tragedi berdarah setengah abad silam itu sehingga penuntasan atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia masa lalu dapat dituntaskan.

“Saya tidak ingin berspekulasi, tapi melihat fakta dan indikatornya, eskalasi isu ini dalam waktu relatif singkat meningkat tajam. Dari situ bisa disimpulkan, kemungkinan besar ada kaitannya dengan Simposium,” kata Agus yang merupakan Ketua Panitia Pengarah Simposium Tragedi 1965 kepada CNNIndonesia.com, Jumat (13/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga Fokus: Membedah Tragedi 1965

Dugaan serupa dilontarkan oleh Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi. Isu kebangkitan komunisme menurutnya sengaja diembuskan untuk membangkitkan rasa takut berlebihan atas paham tersebut guna menjegal penyelesaian kasus pembantaian massal periode 1965-1966 yang salah satunya diupayakan lewat Simposium.

“Ini mengada-ada karena sebetulnya ada pihak yang tidak menginginkan kasus pelanggaran HAM masa lalu, terutama Tragedi 1965, diselesaikan,” kata Hendardi.

Ia menduga jika Tragedi 1965 berhasil dituntaskan, ada pihak-pihak yang bakal terganggu kepentingannya. Oleh karena itu, ujar Hendardi, propaganda kebangkitan komunisme selalu dimunculkan setiap ada usaha penyelesaian Tragedi 1965.

“(Isu komunisme) ini adalah 'hantu gentayangan' yang dipakai secara rutin untuk menakuti masyarakat ketika ada upaya dan aspirasi kuat dalam mendorong penyelesaian kasus 1965,” ujar Hendardi.

Padahal, menurut Hendardi, tak ada tanda-tanda kebangkitan PKI. “Kalau betul-betul ada kebangkitan komunisme atau PKI, seharusnya intelijen Polri, tentara, dan BIN bisa menunjukkan indikator itu dan memverifikasinya,” kata dia.

[Gambas:Video CNN]

Akan Temui Luhut

Dalam penutupan Simposium Tragedi 1965, anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sidarto Danusubroto menyebut adanya keterlibatan negara pada kasus kekerasan masa lalu periode 1965-1966 yang melibatkan konflik horizontal di tengah masyarakat.

Hingga saat ini Tim Perumus Simposium belum menyerahkan rekomendasi atas simposium tersebut kepada pemerintah, namun berencana melakukannya dalam waktu dekat dengan menemui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Kemananan Luhut Binsar Pandjaitan.

“Kami (Tim Simposium 1965) juga tak suka hal ini menggantung terlalu lama. Kami akan serahkan secepatnya kepada Menkopolhukam Luhut yang semalam baru kembali dari luar negeri,” kata Agus yang kini menjabat sebagai Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional.

Rekomendasi dari Tim Simposium diharapkan dapat menjadi rujukan bagi Presiden Jokowi dalam mengambil kebijakan terkait penyelesaian Tragedi 1965.
Panitia Simposium, menurut purnawirawan perwira tinggi Angkatan Darat itu, sadar sepenuhnya simposium yang mereka gelar bakal memiliki konsekuensi, termasuk isu kebangkitan komunisme yang saat ini kian santer.

“Situasi semacam ini tak bisa kami hindari. Ini isu sensitif. Oleh karena itu kami mencoba membicarakan Tragedi 1965 secara terbuka dengan pendekatan objektif, yakni kesejarahan. Biarkan publik belajar,” ujar Agus.

Mantan Kepala Staf Teritorial TNI itu berkata, masyarakat saat ini bukan hanya terkotak-kotak dalam diametral tajam antara kiri dan kanan, tapi juga antara kelompok pro dan anti-simposium.

“Panitia Simposium sejak awal mendapat tentangan dari semua lini, baik kiri dan kanan, dengan alasan masing-masing,” kata Agus.

Hendardi, secara terpisah, mengatakan propaganda kebangkitan komunisme adalah modus lama yang digunakan untuk membungkam kebebasan warga dan menghalang-halangi upaya pengungkapan kebenaran dan pemulihan hak korban 1965.
(agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER