Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian Resor Ternate telah menangguhkan penahanan dua aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang dituduh menyebarkan komunisme, Minggu (15/5), tanpa pencabutan status tersangka.
Tim kuasa hukum pun mendesak kepolisian menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk dua aktivis tersebut, Adlun Fikri dan Supriyadi Sawai.
"Kami minta polisi menerbitkan SP3," ujar Juru Bicara Gerakan Masyarakat Demokrasi Asep Komarudin kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (17/5).
Asep berkata, lembaganya juga akan mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka terhadap Adlun dan Supriyadi. Menurutnya, personel intelijen Komando Distrik Militer Ternate dan kepolisian tidak berhak menangkap Adlun dan Supriyadi, dengan alasan apapun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tindakan personel TNI AD kepada dua aktivis masyarakat adat itu, menurut Asep, merupakan pelanggaran terhadap beberapa peraturan perundang-undangan.
"TNI, berdasarkan undang-undang, tidak berwenang melakukan penangkapan dan penahanan, bahkan penyitaan," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Adlun ditangkap di kantor sekretariat AMAN, Ternate, pekan lalu. Penangkapan itu didasarkan pada alat bukti berupa kaus bertuliskan PKI yang merupakan kependekan dari Pecinta Kopi Indonesia.
Personel Kodim Ternate juga menyita kaus bergambar aktivis HAM Munir–yang tewas diracun arsenik dalam penerbangan dari Jakarta ke Amesterdan– bertuliskan ‘Melawan Lupa’.
Oktober 2015 silam, Polres Ternate sempat menjadikan Adlun sebagai tersangka atas dugaan pencemaran nama baik. Alasan polisi, Adlun mengunggah video polisi penerima uang tilang ke situs Youtube.
Tak sampai sepekan, Polres Ternate menghentikan penyelidikan kasus itu melalui mekanisme penerbitan SP3.
(abm)