Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Agung akan segera menonaktifkan Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Bengkulu, Janner Purba. Janner yang juga berstatus sebagai hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu itu ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (24/5) kemarin.
Juru bicara MA, Suhadi, berkata, lembaganya akan mengambil tindakan yang sama terhadap hakim ad hoc PN Bengkulu bernama Toton dan panitera PN Bengkulu bernama Amsori Bachsin alias Billy.
Tonton dan Billy turut diciduk komisi antikorupsi bersama Janner, awal pekan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah ada ketetapan dari KPK sebagai tersangka, maka ketiganya akan dihentikan sementara," ujar Suhadi di Gedung MA, Jakarta, Rabu (25/5).
Suhadi menuturkan, Janner juga belum akan menjalani promosi jabatan sebagai Ketua PN Kisaran di Kabupaten Asahan. Janner, dengan alasan berkinerja baik, mendapatkan promosi tersebut sebelum ditangkap KPK.
"Kalau sudah menjadi tersangka maka promosinya juga akan dihentikan," katanya.
Suhadi berkata, MA kecolongan terkait penangkapan Janner dan Toton. Padahal menurutnya, MA sudah berupaya mengawasi dan membina kinerja para hakim.
Tugas pengawasan dan pembinaan tersebut, kata Suhadi, dibebankan kepada ketua pengadilan negeri setempat. Jabatan itu pulalah yang saat ini sedang dipegang Janner.
"Selama ini pengawasan hakim sebenarnya jadi wewenang ketua PN. Mereka yang bertugas membina hakim dalam lingkup pengaduan," kata Suhadi.
Pengawasan dan pembinaan hakim di lingkungan MA, kata Suhadi, merupakan tanggung jawab ketua pengadilan tinggi. Di samping itu, ia berkata MA juga sudah membentuk badan pengawas peradilan di seluruh Indonesia.
"MA juga punya badan pengawas. Nanti akan kami tinjau lagi kendalanya apa yang membuat kasus ini terus berulang," ucapnya.
Terkait hukuman yang nantinya diterima hakim, menurut Suhadi, telah diatur dalam kode etik dan peraturan perilaku hakim yang telah disusun MA dan Komisi Yudisial.
"Terhadap para hakim yang melanggar sudah diatur tata cara dan sanksinya. Bisa dijatuhi hukuman ringan, sedang, berat, sampai pemecatan. Itu jadi kewenangan hakim yang mengurus perkara," kata Suhadi.
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Bengkulu pada 23 Mei lalu. Selain tiga pejabat peradilan, KPK juga menetapkan dua tersangka lain.
Dua tersangka itu adalah yakni mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Muhammad Yunus, Syafri Syafii dan mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan rumah sakit yang sama, Edi Santroni.
OTT itu dilakukan terkait kasus dugaan suap meringankan hukuman dalam kasus korupsi penyalahgunaan dana honor Dewan Pembina RS Muhammad Yunus Bengkulu tahun anggaran 2011. Dalam kasus korupsi tersebut, Syafri dan Edi berstatus sebagai terdakwa.
Proses OTT terhadap para tersangka dilakukan usai Syafri menyerahkan uang pada Janner di Bengkulu. Uang ini diujukan untuk mempengaruhi putusan sidang tipikor yang melibatkan Syafri dan Edi. Dalam OTT tersebut, KPK menyita uang tunai sebesar Rp150 juta.
(abm)