Jakarta, CNN Indonesia -- Meteri Agama Lukman Hakim Saefuddin menyebut pengaturan hukuman kebiri pada Perppu Perlindungan Anak bukanlah satu-satunya opsi vonis terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Lukman berkata, peraturan setingkat undang-undang itu juga memuat hukuman lain yang setimpal dengan kebiri, yakni hukuman penjara seumur hidup dan hukuman mati.
Menurutnya, vonis kebiri nantinya tidak akan diterapkan secara merata pada pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Setiap hakim, kata dia, memiliki pertimbangan berbeda untuk menerapkan hukuman tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kebiri bukanlah satu-satunya bentuk sanksi pemberatan dan penambahan, ini adalah salah satu saja. Penjatuhan vonis hukuman berpulang kepada hakim setelah melihat kasusnya," ujar Lukman di Liang, Ambon, Maluku Tengah, Rabu (25/5), seperti dilansir
Antara.
Lukman menuturkan, pemerintah saat ini sudah mengkategorikan kejahatan seksual terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa. Ia mengaku memberikan paraf persetujuan terhadap penerbitan Perppu Perlindungan Anak yang memuat hukuman kebiri.
"Pemerkosaan itu sendiri sudah kejahatan apalagi dilakukan kepada anak-anak. Kami sepakat perlu ada pemberatan hukuman dan penambahan sanksi hukuman," kata dia.
Kemarin sore, Presiden Joko Widodo mengumumkan pemberlakukan Perppu Nomor 1 Tahun 2016. Peraturan tersebut merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Sejak awal tahun 2016, pejabat tinggi pemerintah telah berulang kali menyatakan akan memasukkan kekerasan seksual terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa (
extraordinary crime).
Keputusan pemerintah tersebut mensejajarkan kejahatan seksual terhadap anak dengan tindak pidana korupsi, terorisme, narkotika. Diatur melalui undang-undang yang terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pelaku tiga tindak pidana tersebut diancam hukuman terberat berupa hukuman mati.
Perppu tentang Perlindungan Anak yang ditandatangani Jokowi pun memuat hukuman mati sebagai hukuman terberat bagi pelaku kejahatan seksual anak.
MicrochipPada kesempatan berbeda, Sabtu (21/5) lalu, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir yakin industri dalam negeri dapat memproduksi chip mikro yang nantinya dapat dipasang di setiap pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
"Indonesia sudah bisa memproduksi sendiri dari Politeknik Negeri Batam," ujarnya saat ditemui di Jember, Jawa Timur.
Nasir berkata, pemasangan microchip memungkinkan pemerintah dan lembaga penegak hukum memantau keberadaan para pelaku kejatahan seksual anak.
Namun Nasir mengatakan, lembaganya, termasuk Politeknik Negeri Batam belum menandatangani kerja sama apapun dengan Polri terkait produksi chip mikro tersebut.
"Memang harus ada dalam bentuk kerja samanya. Itu yang belum, tapi secara lisan sudah pernah membicarakan hal itu," kata Nasir.
(abm)