Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan KNTI, Martin Hadiwinata menuturkan dirinya telah yakin sejak awal akan memenangkan gugatan terkait izin reklamasi Jakarta di Pulau G di Pengadilan Tata Usaha Negara. Dikabulkannya gugatan ini, menurut Martin, menandakan bahwa tidak boleh ada lagi aktivitas reklamasi sampai ada kekuatan hukum tetap. Martin pun mencanangkan hari ini sebagai hari bersejarah karena menjadi momentum anti reklamasi nasional.
"Semua kegiatan berarti harus di-stop. Tidak boleh ada lagi aktivitas reklamasi sampai ada kekuatan hukum tetap," tutur Martin.
Sementara itu Martin menilai tak ada alasan pembenaran bagi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang berencana tetap melanjutkan reklamasi meski kalah dalam gugatan ini. Sebelumnya Ahok, sapaan Basuki, mengungkapkan bahwa reklamasi akan terus berlanjut. Namun pengelolaannya akan diserahkan ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan bukan pihak swasta lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Walaupun izin diterbitkan lagi untuk BUMD ya tidak bisa, tetap sama saja. Reklamasi ini sudah bertentangan dan tidak dibutuhkan masyarakat pesisir. Jadi " ucapnya.
Seperti diketahui, gugatan terhadap pemerintah provinsi DKI Jakarta ini dilayangkan oleh Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta yang terdiri dari sejumlah organisasi seperti Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Gugatan pertama kali dilayangkan ke PTUN pada September 2015.
Keputusan hukum yang digugat adalah Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta bernomor 2238/2014 tentang pemberian izin reklamasi Pulau G oleh PT Muara Wisesa sebagai pihak pengembang. Dalam perjalanannya, gugatan dari WALHI dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan dinilai kedaluwarsa lantaran melebihi waktu 90 hari dari batas waktu pelaksanaan objek gugatan berupa SK Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengabulkan gugatan nelayan yang tergabung dalam Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) terhadap pemerintah provinsi DKI Jakarta terkait izin reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Adhi Budi Sulistyo meminta agar Gubernur DKI Jakarta selaku tergugat mencabut Surat Keputusan 2238/2014 tentang pemberian izin reklamasi pada PT Muara Wisesa Samudera.
"Mengabulkan gugatan penggugat menyatakan batal atau tidak sah keputusan gubernur tentang pemberian izin pada PT Muara Wisesa Samudera," ujar Hakim Adhi saat membacakan amar putusan di PTUN, Jakarta, Selasa (31/5).
Putusan tersebut langsung disambut riuh oleh para nelayan yang memenuhi ruangan. Mereka bersorak gembira karena gugatannya dikabulkan. Seorang nelayan langsung berlari ke depan meja majelis hakim dan melakukan sujud sebagai ungkapan syukurnya. Sementara itu kuasa hukum pihak tergugat langsung keluar dari ruangan sidang tanpa memberikan keterangan apapun.
Hakim Adhi pun memerintahkan pada tergugat untuk mencabut SK tersebut. Sebab, pihak tergugat tidak mencantumkan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam penerbitan izin reklamasi.
Kemudian tidak adanya rencana zonasi sebagaimana dimandatkan dalam pasal 7 ayat 1 UU Nomor 27 Tahun 2007 juga menjadi penyebab tidak sah izin tersebut. Selain itu penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkunhan (Amdal) juga dinilai tidak partisipatif dan justru merusak lingkungan.
"Menyatakan tidak ada kepentingan umum dalam reklamasi dan banyak dampak lingkungan sosial ekonomi yang mengganggu objek vital," katanya.
Gugatan terhadap pemerintah provinsi DKI Jakarta ini dilayangkan oleh Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta yang terdiri dari sejumlah organisasi seperti Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Gugatan pertama kali dilayangkan ke PTUN pada September 2015.
Selain SK Gubernur DKI Jakarta sebagai tergugat I, nelayan juga menggugat pihak pengembang yakni PT Muara Wisesa Samudera selaku pelaksana proyek Pulau G sebagai tergugat II intervensi. Dalam sidang putusan kali ini, pihak pemerintah provinsi DKI Jakarta sebagai tergugat utama tidak hadir.
(pit)