Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat perkotaan Yayat Supriatna mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus cerdas dalam menyikapi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) soal reklamasi Pulau G. Menurut Yayat, bukan perkara mudah mencabut izin reklamasi yang kini dipegang PT Muara Wisesa Samudra untuk mengalihkannya ke pihak lain.
"Dibutuhkan kecerdasan Pemprov DKI untuk mengkaji kembali, agar semua pihak diuntungkan," kata Yayat saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (1/6).
Yayat mengatakan, jika reklamasi akan tetap dilanjutkan, maka akan bertentangan dengan keputusan PTUN yang meminta Pemprov DKI untuk mencabut izin reklamasi Pulau G dari PT Muara Wisesa Samudera (MWS). Sementara jika dihentikan, pulau yang sudah terbangun tak bisa lagi kembalikan ke bentuknya semula.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keputusan menghentikan reklamasi juga akan berpengaruh terhadap investasi yang sudah dikerjakan. "Kalau menunda atau menghentikan tentu akan berpengaruh pada investasi," ujarnya.
Yayat menilai, jika berani mencabut izin reklamasi dari anak usaha Podomoro Land itu, Pemprov DKI juga bisa digugat. Begitu pula jika kemudian izin dialikan ke badan usaha milik negara PT Jakarta Propertindo seperti yang direncanakan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Pengalihan izin itu menurut Yayat bakal menimbulkan persoalan hukum lebih lanjut.
Dalam keputusan hakim PTUN, Surat Keputusan 2238/2014 yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dinilai banyak kekurangan.
SK dinilai tersebut melanggar hukum karena tidak menjadikan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU 27/2007 sebagai dasar. SK itu juga tidak memiliki rencana zonasi.
Yayat menyarankan Pemprov DKI untuk mempelajari hasil keputusan PTUN beserta efek positif dan negatif. Pemprov DKI juga harus mengkaji ulang reklamasi dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) serta menetapkan zona yang lebih definitif.
Jika Pemprov DKI berencana melanjutkan proyek tersebut, Yayat meminta agar menciptakan jalan tengah dengan memperhatikan nelayan yang mencapai 25 ribu orang dengan memberikan ruang bagi mereka. Seperti, menyediakan rumah susun bagi nelayan di pulau reklamasi tersebut, memberikan zona untuk menangkap ikan, dan memberikan kapal dengan muatan yang besar.
"Ciptakan industri perikanan yang bisa dikembangkan dikawasan reklamasi. Jadi nelayan tidak kehilangan mata pencaharian," tutur Yayat.
Izin reklamasi yang diperoleh Muara Wisesa disertai dengan kewajiban menjalankan beberapa proyek di ibu kota. Proyek-proyek tersebut antara lain pembangunan Rumah Pompa Kali Angke, Rumah Susun Daan Mogot 320 unit, revitalisasi dermaga Muara Angke, Boulevard Pluit, mebel dan renovasi Rusun Marunda, dan pembangunan tanggul laut raksasa sebagai bagian dari pengembangan wilayah pesisir ibu kota atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).
Muara Wisesa menurut Gubernur DKI Jakarta, telah menunjukkan iktikad untuk mengerjakan kontribusi tambahan itu sehingga izin reklamasi diberikan pada 23 Desember 2014 lalu. Izin diberikan untuk membuat pulau baru dengan cara reklamasi seluas 161 hektare bernama Pulau G. Proyek ini sebagian sudah selesai dikerjakan, beberapa sedang dikerjakan, dan sebagian lainnya tengah disiapkan.
Sebelumnya, Ahok menyatakan akan mentaati keputusan hakim PTUN. Sempat menyatakan akan melanjutkan reklamasi dengan mengalihkan izin ke BUMD, Ahok menyatakan akan menunda reklamasi sebelum ada kekuatan hukum tetap. Pemprov DKI Jakarta dan PT muara Wisesa selaku pengembang sudah menyatakan akan menempuh upaya banding.
(sur)