Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Pengesahan RUU tersebut merupakan langkah untuk mempercepat penanggulangan tingginya angka kekerasan seksual di Indonesia.
Ketua Divisi Pendidikan dan Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan Mariana Amiruddin mengatakan, tingkat kekerasan seksual semakin mengkhawatirkan. Ia menilai, DPR harus segera menaruh perhatian lebih agar masalah kekerasan seksual tidak berdampak ke sektor lain.
"RUU Kekerasan Seksual sebagai terobosan mendesak yang harus menjadi prioritas negara. Kekerasan seksual merupakan kejahatan luar biasa yang berlaku pada anak, perempuan, dan kelompok rentan," kata Mariana saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan, ada 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2015. Mariana mengklaim, jumlah angka kekerasan kemungkinan jauh lebih besar dari data yang dimiliki Komnas Perempuan.
Pasalnya, hasil penelitian Komnas Perempuan, ada banyak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual tidak mampu dan tidak berani menceritakan pengalamannya atau mendatangi lembaga penyedia layanan untuk meminta pertolongan.
Urgensi lain dari pentingnya RUU itu masuk ke dalam prolegnas prioritas adalah karena saat ini UU pidana dianggap belum mampu mengatur hak dan kepentingan korban kekerasan seksual.
"RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai
lex specialist sangat berkepentingan melindungi korban. Terlebih korban seksual adalah perempuan dan anak perempuan yang paling rentan mengalaminya," ujar Mariana.
Lebih lanjut, ia menegaskan, kekerasan seksual berdampak spesifik bagi perempuan. Ia berkata, perempuan korban kekerasan seksual kerap bungkam karena kekerasan seksual masih dianggap sebagai aib pribadi, keluarga, dan komunitas.
"Oleh karena itu, pemulihan korban bukan hanya pada pemidanaan pelaku, melainkan pada penerimaan dan dukungan keluarga dan lingkungan sekitarnya," ujarnya.
Sementara itu, Mariana juga menyampaikan, kekerasan seksual tidak semata pada perkosaan. Ia menyebut, ada beberapa hal yang menjadi kategori dari kekersan sosial, yaitu pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan prostitusi, penyiksaan seksual dan perbudakan seksual.
"Kekerasan seksual merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan terkait tubuh dan seksualitas perempuan," ujarnya.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sudah resmi masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) perubahan prioritas 2016. Keputusan itu diambil setelah Badan Legislasi DPR rapat kerja bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo mengatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual merupakan bagian dari 10 pengajuan RUU dari pemerintah dan parlemen untuk masuk dalam Prolegnas Prioritas perubahan 2016.
"Berdasarkan hasil rapat Baleg, telah disetujui memasukan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dalam perubahan Prolegnas prioritas 2016," kata Firman.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual akan terdiri dari 12 bab. Dalam materi RUU ini, kekerasan seksual didefinisikan sebagai setiap perbuatan yang menghina, menyerang, menggunakan tubuh dan seksualitas seseorang secara paksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Sanksi pidana yang disiapkan adalah hukuman minimal enam tahun penjara dan maksimal 15 tahun bagi pelaku pemerkosaan. Untuk pemerkosaan dengan korban tidak sadarkan diri maka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
(sur)