Jakarta, CNN Indonesia -- Markas Besar Polri enggan mengomentari ancaman Komisi Pemberantasan Korupsi menjemput paksa empat anggota Brigade Mobil yang diduga mengetahui kasus dugaan suap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Saya tidak bisa mengomentari upaya paksa seperti yang disampaikan KPK. Saya hanya bisa katakan kami cuma bisa mengkoordinasikan (permintaan KPK)," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat, Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, di Jakarta, Kamis (9/6).
Empat polisi yang hendak diperiksa sebagai saksi itu, menurut Boy, sedang ditugaskan dalam Operasi Tinombala di Poso, Sulawesi Tengah, dalam operasi perburuan teroris.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika ditanya mengapa empat orang itu bisa dalam waktu yang bersamaan ditugaskan ke Poso, Boy tidak menjelaskan. "Ya begitulah faktanya, faktanya bersamaan," kata dia.
Boy menuturkan, tidak ada unsur kesengajaan dalam penugasan empat anggota Brimob tersebut. Empat orang itu ditugaskan ke Poso, kata dia, karena rotasi personel menyusul perpanjangan Operasi Tinombala, Mei lalu.
Boy berkata, Polri akan berkoordinasi secara internal untuk dapat menghadirkan keempatnya dalam pemeriksaan KPK. "Kami koordinasikan dulu, kan penyidik bisa koordinasi dengan petinggi mereka ," ujarnya.
Empat anggota Brimob tersebut adalah Brigadir Ari Kuswanto, Brigadir Dwianto Budiawan, Brigadir Fauzi Hadi Nugroho, dan Inspektur Dua Andi Yulianto. Mestinya mereka bersaksi untuk tersangka dari swasta, Doddy Aryanto Supeno, Selasa (7/6).
"Karena ini sudah merupakan panggilan kedua, panggilan berikutnya nanti bisa dijemput paksa," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati.
Yuyuk mengatakan, penyidik menduga keempat polisi itu mengetahui keterlibatan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi. KPK menyebut keempatnya merupakan ajudan Nurhadi.
"Kami menduga mereka mengetahui hal-hal terkait dengan kondisi dan lingkungan di rumah dan apa yang dilakukan Nurhadi dalam kasus ini," ucapnya.
(abm)