Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Indonesia mengaku sempat kesulitan mengkonfirmasi kebenaran informasi disanderanya Warga Negara Indonesia oleh kelompok bersenjata di Filipina.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan sulitnya medan penyanderaan membuat informasi yang didapat menjadi simpang siur, meskipun pada akhirnya pemerintah membenarkan adanya penyanderaan.
"Memang sandera itu di daerah sulit dan informasinya kadang tak akurat, tapi sekarang memang ada (penyanderaan)," kata Jusuf Kalla saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (24/6).
Sayangnya Jusuf Kalla enggan berbicara lebih banyak terkait penyanderaan WNI tersebut dan menyerahkan sepenuhnya pada Kementerian Luar Negeri dan Tentara Nasional Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
JK juga berharap, dua instansi yang akan dibantu oleh Badan Intelijen Negara tersebut, bisa memulangkan mereka.
Di tempat terpisah. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan telah mengadakan rapat koordinasi dengan pihak terkait, untuk menyusun strategi pembebasan tujuh WNI.
Rapat itu dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, dan Kepala Badan Keamanan Laut Arie Soedewo.
Menlu Retno menyampaikan, hasil rapat koordinasi hari ini menghasilkan tiga hal penting dalam membebaskan sandera yang diduga diculik oleh teroris Abu Sayyaf.
Pertama, pemerintah akan segera mengaktifkan tim crisis center. Kedua, pemerintah juga akan menjalin komunikasi secara intensif dengan banyak pihak, termasuk kepada pemerintah Filipina. Ketiga, pemerintah memutuskan untuk melanjutkan moratorium pengiriman batubara ke Filipina.
Terkait pengaktifan tim crisis center, menurut Luhut, tim yang dipimpin oleh Sekretaris Menko Polhukam Letjen Eko Wiratmoko ini bertugas untuk mengindentifikasi masalah ini secara tajam, mencari tahu siapa yang melakukan penyanderaan ini, mencari tahu kaitan penyanderaan kali ini dengan yang sebelumnya, dan mencari lokasi penyanderaan, serta mencari keterangan-keterangan lain untuk menghasilkan opsi-opsi apa yang akan dilakukan.
Kelompok bersenjata di Filipina melakukan penyanderaan, pada 20 Juni 2016, terhadap Anak Buah Kapal berkebangsaan Indonesia dari kapal tugboat Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152 di Laut Sulu, Filipina Selatan.
Menurut Retno Marsudi, penyanderaan dilakukan dalam dua tahap. Pertama, sekitar pukul 11.30 (waktu setempat), berikutnya sekitar pukul 12.45 (waktu setempat). Penyanderaan dilakukan oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda.
Pada saat terjadi penyanderaan, kapal membawa 13 orang ABK WNI, tujuh orang disandera dan enam lainnya dibebaskan. Retno mengatakan, saat ini keenam ABK yang dibebaskan dalam perjalanan membawa kapal TB Charles 001/ TK Robby 152 menuju ke Samarinda.
(rel)