Syiah Sampang dan Ahmadiyah NTB Jadi Prioritas Komnas HAM

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Kamis, 30 Jun 2016 15:59 WIB
Komnas HAM sebut kasus pelanggaran hak beragama yang dialami komunitas Syiah dan Ahmadiyah multidimensi. Pemerintah disebut membiarkan kasus ini terus berulang.
Kondisi Masjid Ahmadiyah di Gemuh, Kendal yang dirusak warga, akhir Mei lalu. (CNN Indonesia/Damar Sinuko)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komnas HAM merilis sebelas kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan sepanjang April hingga Juni 2016. Ketua Komnas HAM, Imdadun Rahmat, mengatakan permasalahan pengungsi Syiah di Sampang, Madura dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Nusa Tenggara Barat merupakan kasus yang paling disoroti lembaganya.

"Dua kasus yang pelanggarannya multidimensi dihadapi pengungsi Ahmadiyah di NTB dan pengungsi Syiah di Sampang," kata Imdadun di Jakarta, Kamis (30/6).

Saat ini pengungsi Syiah Sampang tinggal sementara di Rusun Jemundo, Sidoarjo, Jawa Timur. Komnas HAM menilai, pemerintah membiarkan persoalan pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan terhadap kelompok penganut Syiah Sampang terus terjadi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Imdadun berkata, Komnas HAM bertemu dengan perwakilan kelompok Syiah dan pendamping 29 April lalu. Forum itu menyepakati rencana audiensi dengan Presiden Joko Widodo.

Selain itu, diskusi tiga pihak itu mengerucut pada wacana pembahasan strategi rekonsiliasi dan pemulangan para pengungsi Syiah ke Sampang.

Tak hanya itu, forum itu juga sepakat mendorong Dinas Dukcapil Sampang mempercepat proses penerbitan KTP para pengungsi guna memenuhi hak kependudukan mereka.

Pengungsi dari Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Transito Mataram dan Praya, NTB, juga menjalani kondisi serupa dengan kelompok Syiah asal Sampang.
Komnas HAM, penyintas dan pendamping JAI itu saat ini menjajaki rencana pemulangan dan rekonsiliasi pengungsi dan warga lokal.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pun didesak segera memfasilitasi pemukiman pengungsi Ahmadiyah. Langkah berikutnya, membantu proses perizinan pendirian rumah ibadah bagi warga JAI yang telah dipindahkan dari tempat pengungsian.

Bagi Imdadun, kasus ini bukan hanya persoalan kebebasan beragama, tapi juga meluas menjadi masalah pelanggaran hak asasi manusia.

Dari pelarangan beragama dan berkeyakinan menjadi masalah kemiskinan karena mereka terusir dari kampung halaman. Pengungsi tidak bisa mengembangkan perekonomian karena terputus moda produksinya.

"Tanahnya ada di kampung, tapi mereka terusir. Ini berdampak efek domino," kata Imdadun.
Dari persoalan tercerabutnya sumber penghasilan mereka, maka hak yang lainnya juga hilang. Begitu pula pemenuhan hak ekonomi, peningkatan taraf hidup, hak bekerja, hak pendidikan anak, hingga standar kesehatan di tempat hunian.

Khusus JAI di NTB, para pengungsi hidup di ruangan berukuran 3x4 meter untuk satu keluarga. Sementara kelompok Syiah Sampang, kata Imdadun, tim yang ada tidak memiliki skema kerja yang jelas dalam memulangkan pengungsi.

"Dua kasus ini menjadi perhatian Komnas HAM. Yang semula karena pelanggaran kebebasan beragama menjadi pelanggaran HAM yang lain," katanya.
Dalam koridor HAM, kata Imdadun, apabila ada orang yang terusir maka pemerintah wajib memberikan kebutuhan dasar mereka. Para pengungsi harus dikembalikan ke kampungnya semula.

Namun sebelum pengungsi dikembalikan ke kampungnya, pemerintah perlu mempersiapkan kondisi dan jaminan keamanan di kampung itu. Masyarakat sekitar harus dipastikan tidak melakukan kekerasan serupa.

Sembilan kasus pelanggaran hak beragama lain yang dipegang Komnas HAM, di antaranya kasus Musala Assyafiiyah di Denpasar, dugaan pemerasan terhadap sejumlah gereja di Jawa Barat, perkara Sapta Darma di Rembang dan permasalahan GKI Yasmin Bogor. (abm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER