Jakarta, CNN Indonesia -- Biro Hukum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menuding Toeti Noezlar Soekarno berbohong karena menyatakan tak menerima uang Rp200 miliar dari total pembelian lahan miliknya senilai Rp668 miliar.
Pada November 2015, Dinas Perumahan dan Gedung membeli lahan dari Toeti dan diketahui belakangan lahan itu merupakan milik Dinas Kelautan, Perikanan, dan Ketahanan Pangan (DKPKP) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Singkat kata, pemerintah daerah itu membeli asetnya sendiri.
Walaupun demikian, Toeti sebulan lalu menggugat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bernomor 258 Tahun 2016. Dalam gugatannya, dia merasa belum menerima Rp200 miliar sisa transaksi pembelian lahan, serta meminta agar lahan sengketa tersebut segera dihapus dari daftar aset Pemprov DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Kepala Sub Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum DKI Jakarta Haratua Purba, gugatan yang dilayangkan itu merupakan sebuah kebohongan. Dia mengatakan uang transaksi telah seluruhnya diberikan.
"Kami ada bukti transfer semuanya dan tanda terima Rp668 miliar. Tapi dia bikin seolah olah belum ada Rp200 miliar nih," kata Haratua di Balai Kota, Jakarta, Kamis (30/6).
Haratua menilai terkuaknya kasus ini membuat Toeti mencari celah untuk kembali meminta uang kepada Pemprov Jakarta. Biro Hukum menduga terdapat data-data palsu dalam dasar penerbitan sertipikat milik perempuan tersebut. Haratua menuturkan pihaknya sudah melaporkan masalah ini ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.
Haratua juga mencurigai luas tanah yang dimiliki Toeti di bawah lima hektar, karena lahan di Cengkareng itu memiliki total luas 10,1 hektare. Haratua menyebut sebenarnya Toeti mengklaim lahan tersebut secara keseluruhan.
Sebagai catatan, tanah itu sudah dimiliki DKPKP sejak 1967. Karena tak terurus, tanah itu kemudian di sengketa oleh PT Sabar Ganda, perusahaan milik DL Sitorus, kemudian Mahkamah Agung menyatakan NO terhadap gugatan Sabar Ganda yang menyebut lahan tersebut milik mereka. Lahan itu kemudian menjadi milik Pemprov. Putusan itu bernomor 1102/pdt/2011 yang keluar pada 1 Februari 2012.
Usai putusan MA DKPKP tak kunjung mengurus sertifikat tanah. Alhasil, Toeti membuat sertifikat tanah tersebut ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). BPN Kota Administrasi Jakarta Barat mencatat Toeti sebagai pemilik sah dengan sertifikat hak milik tahun 2014 hingga 2015.