Aset Pemprov DKI Tercatat 57 Persen, Heru Minta Tak Dicemooh

Puput Tripeni Juniman | CNN Indonesia
Kamis, 30 Jun 2016 16:13 WIB
Pencatatan aset secara online ini penting agar semua aset terdata, dan menghindari kasus pembelian lahan milik sendiri di Cengkareng.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Heru Budi Hartono meminta agar dirinya tidak dicemooh karena belum merampungkan e-asset. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Aset pemerintah provinsi DKI Jakarta yang tercatat dalam sistem data aset online (e-asset) hanya 57 persen, yakni 400 dari 700. Padahal sejak tahun pertama menduduki posisi sebagai gubernur, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menargetkan e-aset ini rampung.

Mengenai belum rampungnya semua data tercatat dalam e-asset, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Heru Budi Hartono meminta agar dirinya tidak dicemooh.

"Mohon saya didukung diberi semangat. 'Ayo Pak Heru', jangan dicemooh," kata Heru setelah melaporkan jumlah aset yang terdata kepada Ahok di Balai Kota, Jakarta, Kamis (30/6).
Pencatatan aset secara online ini penting agar semua aset terdata dan dapat dipantau sehingga tak lagi diduduki atau diklaim pihak lain, seperti kasus pembelian lahan milik sendiri di Cengkareng. Semua aset itu akan diberi kode khusus yang menandai sebagai milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Heru, masalah aset, bersifat dinamis, yakni pencatatan akan terus berlangsung karena aset akan bertambah dan berkurang.

"Kalau belum selesai masalah waktu. Jangan ini belum selesai, begini, begini, begini. Saya lagi kerja jadi terbengong-bengong," ujar Heru.

Menurutnya, permasalahan-permasalahan pencatatan aset itu membuat semangatnya berkurang.

Pencatatan aset, kata Heru, tidaklah mudah. Dia mencontohkan pencatatan aset yang rumit seperti di Dinas Pendidikan karena tidak hanya membeli dari APBD tapi juga sering mendapat hibah dari pemerintah pusat. Banyak aset tersebut belum didata secara administrasi, seperti lahan dan bangunan, alat-alat pendidikan, komputer bahkan hingga tiang bendera.Barang-barang yang belum terdata itu akan direkonsiliasi.
"Kadang-kadang barangnya sampai di sekolah, besoknya langsung dibagi ke kelas-kelas pdahal belum ada administrasi," tutur Heru.

Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saeful Hidayat mengatakan manajemen aset di DKI Jakarta kacau balau yang mengakibatkan terjadinya pembelian lahan sendiri. Ia mengatakan kerugian akibat pembelian lahan seluas 4,6 hektare itu lebih besar dari kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. "Ini betul-betul total loss," ujarnya.

Djarot menilai seluruh peran, fungsi, dan orang-orang di BPKAD, termasuk SKPD dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), perlu dievaluasi terkait pengelolaan aset.

Akibat data yang kacau, pemerintah DKI membeli lahannya sendiri senilai Rp688 miliar. Peristiwa ini terkuak dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan 2015.
Pembelian yang menyimpang itu terjadi pada November 2015 di mana Dinas Perumahan dan Gedung pemerintah membeli lahan yang sebenarnya milik Dinas Perikanan, Kelautan, dan Ketahanan Pangan (DKPKP).

Tanah itu sudah dimiliki DKPKP sejak 1967. Karena tak terurus, tanah itu kemudian disengketakan Sabar Ganda, perusahaan milik pengusaha DL Sitorus. Namun Mahkamah Agung (MA) menyatakan DKPKP tetap sebagai pemilik lahan. Putusan itu bernomor 1102K/PDT/2011 yang keluar pada 1 Februari 2012.

Usai putusan MA, DKPKP tak kunjung mengurus sertifikat tanah. Alhasil, Toeti membuat sertifikat tanah tersebut ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). BPN Kota Administrasi Jakarta Barat mencatat Toeti sebagai pemilik sah dengan sertifikat hak milik pada tahun 2014 hingga 2015. (yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER