Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara Krisna Murti menyatakan kaget dengan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menetapkan kliennya, M Sanusi sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Kami belum menerima surat pemberitahuan penetapan tersangka, hanya mendapatkan informasi dari media massa,” kata Krisna Murti dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (12/7).
Krisna mewakili kliennya mempertanyakan alasan KPK menetapkan Sanusi sebagai tersangka pencucian uang. Sejak ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dari PT Agung Podomoro Land (APL), Krisna sebagai penasehat hukum telah melakukan inventarisir dan tak menemukan dugaan adanya pencucian uang.
“Semua aset dan harta telah diinventarisir dan telah
clean and clear tak terkait dengan suap reklamasi,” kata Krisna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KPK menetapkan Sanusi pada Maret lalu sebagai tersangka suap dalam penyusunan rancangan peraturan daerah (Raperda) DKI yang berkaitan dengan reklamasi Pantai Utara Jakarta. Selain Sanusi, Presiden Direktur PT APL, Arieman Widjaya dan Asistennya Trinanda Prihantoro menjadi tersangka suap. Salah satu barang bukti kasus suap reklamasi di antaranya uang tunai Rp2 miliar.
Krisna menyatakan, pihak keluarga Sanusi, seperti istrinya, telah dimintai keterangan oleh KPK mengenai asal muasal aset keluarga.
“Rumah yang dibeli tahun 2009, itu hasil penjualan rumah lama. Semua harta bergerak dan tak bergerak dijelaskan asal usulnya, kapan mendapatkannya dan dari mana,” kata Krisna. Lebih lanjut dia menyatakan siap menghadapi gugatan pengadilan karena yakin harta kliennya aman.
Sanusi disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kepala Bagian Publikasi dan Pemberitaan KPK priharsa Nugraha mengatakan, Sanusi diduga menempatkan, mentransfer, membelanjakan, menghibahkan atau menitipkan hartanya yang diduga berasal dari hasil korupsi.
"Dalam pengembangan penyidikan dugaan korupsi yang berkaitan pembahasan Raperda tentang Zonasi, penyidik menemukan bukti permulaan cukup untuk menetapkan MSN anggota DPRD DKI periode 2014-2019 sebagai tersangka pencucian uang," ujar Priharsa
Priharsa menuturkan, surat perintah penyidikan atas kasus TPPU Sanusi ditandatangani oleh pimpinan KPK pada 30 Juni 2016. Sejak keluarnya sprindik tersebut, KPK telah memeriksa sepuluh orang saksi.
Salah satu saksi yang diperiksa KPK adalah Direktur Legal PT Agung Podomoro Land (APL) Miarni Ang yang mendapatkan pertanyaan seputar aset yang dipesan Sanusi dari APL.
Pengacara Miarni yang juga bagian legal PT APL Herjanto Widjaja Lowardi mengatakan ada dua aset berupa apartemen dan bangunan yang dipesan di Podomoro oleh Sanusi. Awalnya mantan politisi Gerindra itu ingin membeli namun akhirnya batal karena tidak mampu melunasi cicilan dalam tempo yang sudah ditentukan.
"Aset di Podomoro yang dia pesan kan kalau belum lunas belum menjadi haknya, masih punya 'developer', kalau belum lunas sudah berlalu sekian lama akan dilakukan somasi dan kalau tidak dilunasi tunggakannya akan dibatalkan dan dari pemeriksaan yang lalu ada yang sudah dibatalkan dan sekarang malah sudah ada dua yang dibatalkan," kata Herjanto yang juga suami Miarni.
Meski begitu, kata Herjanto, KPK sudah menyita sejumlah fotokopi dokumen kepemilikan aset properti terkait Sanusi tersebut.
"Kami juga pernah menerima surat dari KPK yang melarang kami mengalihkan properti yang sudah dibatalkan itu. Itu kan aneh, itu kan milik kami, developer," tegas Herjanto.
KPK masih menelusuri dugaan aset Sanusi yang diduga tersangkut pencucian uang. Priharsa menolak menyebutkan aset apa saja yang sudah ditelusuri penyidik KPK yang diduga masuk dalam tindak pidana pencucian uang. Mobil dan sejumlah uang suap adalah beberapa barang bukti yang disita KPK selama penyelidikan perkara suap.
"Asetnya apa saja secara detail tidak dapat saya sampaikan, yang jelas ada beberapa aset yang sudah disita penyidik," jelas Priharsa.
(yul)