Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai selama ini Indonesia bersikap terlalau lembek dalam menghadapi penyanderaan warganya oleh kelompok militan Filipina, Abu Sayyaf. Ini membuat anak buah kapal asal Indonesia terus menjadi target penculikan.
“Jadi kalau ditoleransi, maka akan muncul pembajakan-pembajakan berikutnya,” kata JK, sapaan Juuf Kalla, di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (12/7).
Teori itu diyakini JK dianut oleh Abu Sayyaf. Negosiasi berlarut-larut antara pemerintah RI dan pemerintah Filipina dengan Abu Sayyaf misalnya bisa membuat kasus penyanderaan WNI terus berulang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, JK berpendapat langkah apapun yang diambil pemerintah Indonesia bakal menimbulkan risiko, termasuk membayar tebusan. Opsi ini, tegas JK, tak pernah sekalipun diambil pemerintah.
Namun, JK mengaku tak tahu apakah perusahaan tempat para sandera itu bekerja membayar tebusan kepada kelompok penculik atau tidak.
“Saya tekankan pemerintah tak pernah menggunakan opsi negosiasi uang, tapi pengusaha mungkin saja,” kata JK.
Ia memahami perusahaan mungkin saja memilih membayar tebusan yang disyaratkan penyandera lantaran mengutamakan keselamatan pekerja mereka. Namun hal itu akan membuat penyanderaan terhadap para ABK Indonesia terulang di kemudian hari.
Sebelumnya, pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana menyatakan pembayaran tebusan merupakan solusi salah kaprah pun tak etis, sebab tindakan itu bisa dianggap sebagai bentuk dukungan logistik bagi kelompok penyandera yang notabene merupakan separatis yang tengah berhadapan dengan pemerintah Filipina.
Selain itu, membayar tebusan akan membuat para penyandera menjadi “ketagihan” untuk menyandera anak buah kapal asal Indonesia. “Jika diselesaikan dengan uang seperti yang dilakukan pihak swasta pada peristiwa penyanderaan beberapa waktu lalu, WNI akan terus menjadi sasaran empuk kelompok bersenjata.”
Persoalan pembebasan sandera jadi kian pelik. Baik negosiasi diplomasi maupun negosiasi uang, ujar JK, dilakukan karena yang menjadi taruhan adalah nyawa manusia.
“Kita serang cara militer, ada risiko. Mau bayar ransum (tebusan). ada risikonya. Kalau tak dibayar pun ada risikonya,” kata JK.
Di Istana Kepresidenan, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah RI memutuskan untuk menghapus opsi operasi militer dalam pembebasan sandera.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Indonesia, Malaysia, dan Filipina menggelar pertemuan di Kuala Lumpur hari ini untuk membahas penculikan terhadap ABK Indonesia yang tak kunjung henti.
(agk)