Jakarta, CNN Indonesia -- Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Muara Angke, Jakarta Barat menyambut dengan baik penundaan penggusuran kawasan itu. Rencananya, pemerintah provinsi DKI Jakarta akan menggusur kawasan Muara Angke setelah lebaran.
Namun, eksekusi penggusuran kawasan Muara Angke terhenti sejak Komite Gabungan yang terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menghentikan proyek reklamasi Pulau G pada 30 Juni 2016.
“Masyarakat Muara Angke menyambut positif keputusan pemerintah ini karena berdampak sekali kepada kehidupan para nelayan,” kata pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Tigor Hutapea yang mewakili warga Muara Angke.
Menurut Tigor, apabila penggusuran dilanjutkan, masyarakat yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan akan kehilangan pekerjaan dan tempat tinggal. Meskipun korban penggusuran akan mendapat tempat tinggal pengganti, jaraknya akan jauh dari tempat mereka mencari penghasilan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, kata Tigor, apabila reklamasi Pulau G dilanjutkan akan membuat nelayan kehilangan ikan. Wilayah sekitar Pulau G menjadi tempat para nelayan mencari ikan, dan akibat pembangunan ikan sekitar wilayah itu hilang.
Menurut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, penggusuran Muara Angke tertunda karena rencana pembangunan dermaga terkait dengan kontribusi tambahan dari PT Muara Wisesa Samudera, anak usaha PT Agung Podomoro Land (APLN) Tbk, perusahaan yang mendapat izin reklamasi dari Ahok.
“Rencana pembangunan itu sebetulnya bagian dari kontribusinya Pulau G," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Rabu (13/7).
Kawasan dermaga Muara Angke tersebut rencananya bakal menjadi apartemen atau rumah susun khusus nelayan, pasar ikan, trotoar dan tempat parkir. Pembangunan berasal daro kontribusi tambahan Podomoro sebesar 15 persen dikali Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) lahan yang dijual.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menjelaskan penghentian proyek Pulau G berdasarkan hasil evaluasi yang menyatakan pembangunan Pulau G sarat pelanggaran berat.
Dia menegaskan hasil evaluasi menemukan beberapa pelanggaran berat dalam proses pembangunan Pulau G. Salah satunya, tutur dia, pembangunan Pulau G mengganggu proyek vital dan strategis di kawasan tersebut.
Pembangunan Pulau G ternyata bersinggungan dengan jalur kabel listrik, pipa gas, dan aktivitas Pembangkit Listrik Muara Karang yang menyuplai hampir sebagian listrik untuk kota Jakarta.
Ahok tak bisa menerima keputusan Komite Gabungan mengenai alasan penghentian proyek reklamasi Pulau G. Selain itu, kata Ahok, penghentian proyek reklamasi harus dilakukan oleh presiden. Sebab, izin reklamasi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Saat ini Ahok sudah mengirim surat ke Presiden Joko Widodo terkait penghentian proyek tersebut.
"Kami kirim surat ke Istana karena semua Keppres. Kalau yang membatalkan seorang menteri, berarti saya melawan Keppres dong," kata Ahok, di Balai Kota, Jakarta, Rabu (13/7). Ahok mengatakan dia bakal menunggu adanya keputusan dari Presiden Joko Widodo.
(yul)