Tak Ada Dasar Hukum untuk Mengusir Pendatang

Wishnugroho Akbar | CNN Indonesia
Kamis, 14 Jul 2016 15:35 WIB
Pemprov DKI Jakarta hanya bisa memberikan sanksi kurungan atau denda kepada warga atau pendatang yang tidak memiliki dokumen kependudukan yang lengkap.
Dua bocah tertidur di dalam gerobak diantara barang plastik bekas di kawasan Tebet, Jakarta, Senin, 20 Juni 2016. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Operasi Bina Kependudukan untuk mendata dan menjaring pendatang baru di Jakarta akan dilaksanakan pada hari ke-15 setelah lebaran. Dalam operasi itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengancam akan mengusir atau memulangkan pendatang baru yang tidak berkeahlian, tidak memiliki tempat tinggal, dan tidak memiliki pekerjaan.

Namun LBH Jakarta mempertanyakan rencana itu. Pengacara publik LBH Jakarta Tigor Gemdita Hutapea berpendapat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak memiliki dasar hukum untuk melakukan tindakan tersebut.

Tigor menjelaskan, Pemprov Jakarta memang berhak melakukan operasi kependudukan untuk mendata para pendatang. Dasar hukumnya adalah Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
Namun, kata Tigor, dalam Perda tersebut tidak ada ketentuan yang bisa menjadi payung hukum Pemprov Jakarta untuk mengusir atau memulangkan pendatang baru. Yang ada hanya aturan sanksi berupa kurungan atau denda kepada warga pendatang yang tidak memiliki dokumen kependudukan yang lengkap.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Tidak dasar hukumnya. Dalam Perda Nomor 2 Tahun 2011 hanya ada sanksi kurungan atau denda. Jadi, rencana pemerintah itu memang tidak memiliki dasar hukumnya,” ujar Tigor kepada CNN Indonesia, Kamis (14/7) siang di Jakarta.

Tigor sendiri tetap tidak setuju jika Pemprov Jakarta memberikan sanksi kurungan atau denda sesuai Perda. Sebab, menurutnya, aturan itu bertentangan dengan konstitusi.
Alih-alih memberikan sanksi, Tigor mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk lebih bertanggungjawab dalam menangani persoalan pendatang.

“Pemprov DKI Jakarta pasti sudah memiliki data mengenai daerah-daerah yang paling banyak mengirim pendatang dari tahun ke tahu,” ujar Tigor. Dari data tersebut, Tigor melanjutkan, Pemprov Jakarta bisa bekerjasama dengan pemerintah daerah yang bersangkutan.

“Itu yang tidak pernah dilakukan oleh Pemprov Jakarta. Yang kami amati, selama ini Pemprov Jakarta hanya mengeluarkan sosialisasi berupa imbauan untuk tidak datang ke Jakarta, imbauan agar membekali diri dengan keahlian atau modal. Itu jelas bukan cara yang tepat menangani pendatang baru,” imbuh Tigor.
Sementara, Ketua Komnas HAM Hafid Abbas meminta pemerintah pusat ikut aktif membantu mengatasi persoalan pendatang. Sebab, menurut Abbas, persoalan pendatang juga dipengaruhi oleh model pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah pusat.

Selama ini, pembangunan ekonomi masih diwarnai ketimpangan. Jakarta dan sebagian Pulau Jawa menikmati kue pembangunan yang cukup tinggi. Daerah lain tidak demikian. Hal itulah yang menurut Abbas ikut memicu terjadinya urbanisasi besar-besaran setiap tahun.

“Perlu ada reorientasi kebijakan strategis dari pemerintah pusat dalam pembangunan agar bisa menciptakan pemeritaan dan keseimbangan baru. Kalau ini tidak dilakukan, sampai kapan pun urbanisasi akan terus terjadi,” ujar Abbas. (wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER