Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian telah resmi menerima kewenangan yang sebelumnya dipegang oleh Jenderal Badrodin Haiti. Acara serah terima jabatan dilaksanakan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian di Jakarta, Kamis pagi (14/7).
Tongkat komando dan panji-panji Tribata Polri telah sampai di tangan Tito. Pria yang sebelumnya menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu menerimanya di tengah upacara tersebut.
Menghadap langsung ke arah matahari pagi yang bersinar terik, keduanya tampak berdiri tegap di depan sembilan kompi peserta upacara serah terima jabatan itu. Pemandangan menarik sempat ditunjukkan keduanya selepas acara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badrodin dan Tito mengendarai mobil golf bersama dari lapangan menuju auditorium tempat sesi pisah sambut dilaksanakan. Tito tampak sumringah. Senyum lebar tak bisa dia sembunyikan dari wajahnya ketika hendak memasuki ruangan, mendampingi seniornya yang akan segera pensiun.
Namun ketika dilihat dari sudut pandang lebih luas, nampak penjagaan ketat di sekitar kedua jenderal itu. Polisi berpakaian khas antiteror mengawal iring-iringan yang disambut hangat oleh jajarannya.
Bahkan di auditorium, empat orang polisi dengan penampilan serupa sudah lebih dulu berjaga. Dengan senapan laras panjang siaga di tangan, mereka terus memerhatikan setiap gerak-gerik orang yang ada di sekitarnya.
Mereka tetap berada di posisinya hingga rangkaian acara berakhir dengan arak-arakan Badrodin meninggalkan lokasi.
Pengawalan ketat bukan hal baru bagi Tito. Sempat dinyatakan sebagai target utama oleh teroris, pada perayaan tahun baru 2016 dia mendapatkan perlakuan serupa. Para penjahat mengincarnya karena aktif memberantas teroris sejak dia berkarier di Detasemen Khusus 88.
Badrodin didampingi Tito dan para pejabat keluar dari auditorium menuju gerbang, tempat mobil sedan hitam telah menunggu. Di kedua sisi jalan tersebut anggota polisi membentuk pagar betis, bernyanyi, dan bersorak mengantar mereka.
Warna-warni konfeti menyertai setiap langkah arak-arakan itu. Meriah. Setiap langkah yang dibuat diiringi letupan dan tebaran kertas berwarna yang pada akhirnya berserak di jalanan.
Diiringi nyanyian yel khas kepolisian, ekspresi haru tampak jelas di wajah Badrodin. Dikalungi rangkaian bunga, dia terus berjalan sembari tersenyum hingga akhir.
Lalu tibalah saat perpisahan itu.
Salam komando antara Tito dan Badrodin jadi salam terakhir yang disampaikan seiring suksesi kepemimpinan Polri. Keduanya kembali tampak tersenyum lebar.
Sebelum mengakhiri masa jabatannya, Badrodin sempat mengatakan ingin kehidupan yang lebih bebas dan tidak terikat. "Saya ingin memomong cucu," ujarnya.
Bagaimana tidak, dia memimpin Polri saat lembaga penegak hukum itu sedang terbelit masalah. Saat itu, setahun tiga bulan yang lalu, hubungan Korps Bhayangkara dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanas pasca penetapan Komisaris Jenderal Budi Gunawan yang menyandang status calon Kapolri sebagai tersangka kasus gratifikasi.
"Kita patut bersyukur bisa keluar dari kondisi ini. Kuncinya adalah mengutamakan institusi dari kepentingan pribadi dan kelompok," kata Badrodin.
Sementara untuk Tito, senyum itu menyertai puncak kariernya di Kepolisian yang jatuh lima tahun lebih awal. Dia melangkahi lima angkatan seniornya menjadi orang nomor satu di Trunojoyo, alamat Mabes Polri.
"Mulai hari ini tugas dan tanggung jawab telah beralih dari Pak Badrodin kepada saya," kata Tito.
Dia berjanji akan melakukan reformasi menyeluruh sembari tetap menjaga soliditas internal Polri.
Kemeriahan itu berakhir. Pasukan yang menyertai mereka perlahan mulai membubarkan diri. Kemudian, yang tersisa tinggal serakan warna-warni konfeti yang kontras dengan seragam hitam para polisi bersenapan panjang.
(rdk)