Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Kesehatan RI Nila F Moeloek menginstruksikan para dokter untuk tetap menjalankan proses pemberian imunisasi seperti biasa. Instruksi ini sekaligus sebagai tanggapan Menkes atas sikap Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang tak ingin melanjutkan pemberian imunisasi kepada anak-anak.
Dalam konferensi pers di Jakarta, kemarin, IDI berencana menghentikan proses pemberian imunisasi hingga kasus vaksin palsu diselesaikan oleh pemerintah. Di sisi lain, Nila menyatakan, pemberian imunisasi adalah kewajiban sekaligus tanggung jawab dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Atas dasar itu, Nila meminta para dokter untuk tidak menghentikan pemberian imunisasi kepada anak-anak. "Pelayanan kesehatan termasuk imunisasi harus tetap berjalan dan tetap mengutamakan prinsip keselamatan pasien," ujar Nila di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta Pusat, Selasa (19/7).
Nila menuturkan, terkuaknya peredaran vaksin palsu tak harus mempengaruhi pemberian imunisasi. Ia yakin imunisasi akan berjalan aman. Nila pun menganjurkan pihak rumah sakit, Puskesmas, dan Posyandu agar menggunakan vaksin hasil produksi PT Bio Farma, perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi fasilitas kesehatan yang menggunakan vaksin impor, Menkes meminta agar membeli vaksin secara legal. "Vaksin yang disediakan pemerintah sudah melalui pengecekan Badan POM," jelas Nila
Nila juga menyatakan pihaknya tak terpengaruh oleh sikap IDI yang berencana menghentikan pemberian vaksin. Tanpa IDI, kata dia, pemerintah akan bekerjasama dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam menjalankan program imunisasi tersebut
Sebelumnya, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (18/7) kemarin, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Ilham Oetama Marsis mengatakan tak akan melanjutkan pemberian vaksin bagi anak-anak. Mereka menunggu hingga kasus vaksin palsu diselesaikan oleh pemerintah.
Marsis mengklaim keputusan dilakukan demi kepentingan dokter dan masyarakat. "Kami tidak bisa melakukan pelayanan sistem imunisasi jika masalah ini belum selesai," kata Marsis di Gedung PB IDI.
Vaksinasi Ulang Tidak Berbahaya
Sementara itu, Ketua IDAI Aman Bhakti Pulungan menjelaskan bahwa vaksinasi ulang kepada anak terdampak vaksin palsu tidak akan menimbulkan efek samping apapun.
Vaksinasi ulang juga tidak akan berbahaya meski dilakukan pada anak usia 13 tahun. Syaratnya, kata Aman, anak tersebut benar-benar pernah mendapat vaksin palsu.
"Jelas bisa. Bisa diulang asal dilihat jadwalnya apa (rekam medis). Sebelumnya disuntik vaksin jenis apa, baru bisa diulang," Kata Aman saat ditemui di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (19/7).
Aman menyatakan IDAI telah menyetujui vaksinasi ulang pada anak yang terdampak vaksin palsu. Menurutnya, vaksinasi ulang tidak akan mempengaruhi kekebalan tubuh anak dalam menerima cairan vaksin maupun obat. Sebab, kata dia, takaran vaksin yang disuntikan akan disesuaikan dengan kebutuhan anak tersebut berdasarkan imunisasi yang telah dijalani sebelumnya.
"Takaran untuk vaksin itu kan 0,5 cc sekali suntik. Kandungan vaksin palsu tidak mencapai segitu. Tidak akan ada efek samping pada anak. Tidak berbahaya ketika dilakukan vaksinasi ulang," katanya.
Hingga hari ini, satuan tugas penanggulangan vaksin palsu telah melakukan vaksinasi ulang di Puskesmas dan RSUD Ciracas. Sejak Senin, total 82 anak telah divaksinasi ulang di Puskesmas Ciracas, Kelurahan Susukan Jakarta Timur
(wis)