Imparsial: TNI Tak Perlu Dilibatkan dalam UU Anti-Terorisme

Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Senin, 25 Jul 2016 14:25 WIB
Pelibatan TNI berpotensi merusak mekanisme criminal justice system (sistem peradilan pidana) serta mengancam demokrasi dan HAM.
Anggota Polda Metro Jaya melakukan adegan simulasi penanganan terorisme dan penanggulangan narkotika di lapangan parkir timur, Senayan, Jakarta, Kamis, 26 Mei 2016. Belakangan muncul wacana untuk lebih melibatkan TNI dalam operasi memberantar terorisme. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Imparsial Al Araf menilai rencana pemerintah memasukkan aturan pelibatan TNI dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, hanya buang-buang waktu.

Al Araf beralasan dalam Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI sebenarnya sudah ada pasal yang mengatur bahwa TNI bisa dilibatkan dalam operasi pemberantasan terorisme.

Oleh sebab itu, kata Al Araf, DPR RI ataupun pemerintah tak perlu lagi memusingkan itu semua.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pelibatan militer di terorisme itu sudah diatur di UU TNI, jadi sebenarnya tak perlu pusing lagi," kata Al Araf saat ditemui di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Senin (25/7).
Dalam Pasal 7 UU TNI dijelaskan bahwa TNI memiliki dua tugas pokok yang bertujuan untuk melindungi kedaulatan negara, yaitu operasi militer untuk perang serta operasi militer selain perang. Bahasan mengenai TNI dilibatkan dalam memberantas terorisme masuk dalam operasi militer selain perang.

Selain soal terorisme, operasi itu juga membahas beberapa hal lain, seperti TNI membantu mengatasi gerakan separatis bersenjata, mengatasi pemberontak bersenjata, dan mengamankan wilayah perbatasan.

Menurut Al Araf, aturan dalam UU TNI tersebut sudah pernah diterapkan oleh pemerintah. Salah satunya adalah saat perburuan kelompok teroris Santoso di Poso. Hasilnya pun sudah terbukti, Santoso tewas ditembak oleh Satgas Operasi Tinombala awal pekan lalu.
Untuk kondisi tertentu seperti kasus Santoso, pelibatan TNI tak masalah. Apalagi ada perintah secara lisan dari Presiden Jokowi dan Polri menyatakan Santoso telah melakukan operasi gerilya dan membahayakan warga sekitar.

Namun untuk kondisi lain, Al Araf menganggap akan ada peluang TNI melakukan tindakan melanggar hukum dan bisa berujung pada terancamnya demokrasi dan hak asasi manusia. Itu disebabkan karena tak ada aturan yang mengatur apa yang boleh dan tak boleh dilakukan oleh TNI selama terlibat dalam memberantas teroris.

"Pelibatan TNI ini berpotensi merusak mekanisme criminal justice system serta mengancam demokrasi dan HAM," ujar dia.
Oleh sebab itu, kata Al Araf, daripada sibuk memasukkan pelibatan TNI lebih baik pemerintah dan DPR membuat aturan yang merupakan turunan dari Pasal 7 UU TNI.

Aturan mengenai kewenangan TNI saat diperbantukan dalam operasi lain lebih diperlukan agar tidak terjadi pelanggaran hukum di masa yang akan datang. (wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER