Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan persentase birokrat yang menyelewengkan uang negara lebih tinggi dibandingkan dengan anggota legislatif.
Anggota BPK Rizal Djalil menyampaikan jumlah birokrat yang terbukti menyelewengkan anggaran negara lebih banyak dibandingkan anggota dewan.
Dia memaparkan hasil penelitian lembaga itu menunjukkan sebanyak 33 persen dari total kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan berkekuatan hukum tetap per Oktober 2015, melibatkan politisi. Hal itu terdiri dari kepala daerah, anggota legislatif, dan menteri.
Walaupun demikian, sambung Rizal, sekitar 32 persen dugaan penyelewengan itu dilakukan birokrat dan 16 persen lainnya oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Paling besar pelaku kasus korupsi yang
inkracht adalah birokrat. Legislatif jauh di bawah itu. Kenapa? Karena yang melaksanakan eksekusi pengadaan barang dan jasa itu birokrat,” kata Rizal dalam diskusi di Gedung BPK, Jakarta, Senin (25/7).
Dia juga mencontohkan jenis penyelewengan lainnya macam dana bantuan sosial dan hibah sekitar Rp1.055 triliun pada 2014 lalu. Menurutnya, hal itu adalah dugaan penyimpangan keuangan negara.
Rizal menegaskan dana bansos dan hibah digunakan oleh segelintir oknum, yang biasanya adalah para petahana, sebagai dana politik. Padahal, sambungnya, negara sudah menanggung biaya politiknya.
Rizal menuturkan hal itu tidak mengherankan, karena dana parpol yang diberikan nilainya relatif tidak proporsional yakni Rp108 per suara.
"Negara membiayai parpol, tapi sangat tidak proporsional, Rp108. PDIP untuk kantor saja tidak cukup, Golkar juga begitu. Dana ini sangat kecil," katanya.
Rizal menawarkan dua solusi untuk mengatasi permasalahan dana partai politik ini.
Pertama, yakni dengan mengkaji ulang sistem pemilihan menjadi sistem campuran yakni proporsional terbuka dan proporsional tertutup.
Sedangkan solusi kedua adalah negara perlu mengambil peran dan mendanai biaya pendidikan politik partai. Tak hanya itu, sambungnya, namun juga biaya operasional partai, dan biaya kampanye.
(asa)