BPK Bentuk Tim Khusus Hitung Kerugian Kasus Kondensat

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Sabtu, 20 Jun 2015 06:05 WIB
Untuk sementara Bareskrim Polri menyebutkan kerugian negara akibat korupsi kasus kondensat mencapai Rp 2 triliun.
PLT Ketua KPK Taufiqurrachman Ruki (kanan) bersama Ketua BPK Harry Azhar Azis (kiri) memberikan keterangan pers terkait koordinasi di antara kedua lembaga. Jakarta, Rabu, 11 Maret 2015. CNN Indonesia/Adhi Wicaksono.
Jakarta, CNN Indonesia -- Mabes Polri belum mendapatkan kerugian negara secara resmi dalam kasus kondensat yang kini tengah mereka tangani. Polri mengaku telah mengirimkan surat permintaan resmi kepada BPK untuk melakukan penghitungan itu.

Dalam kasus kondensat ini, BP Migas menunjuk secara langsung PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) untuk menjual kondensat negara. "BPK telah menerima permintaan resmi Bareskrim Polri untuk meminta BPK melakukan Perhitungan Kerugian Negara (PKN) atas kasus penunjukkan TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara. Memenuhi permintaan tersebut,” kata Juru Bicara BPK R. YUdi Ramdan, Jumat (19/6). (Baca juga: Kasus Kondensat SKK Migas Bisa Rugikan Negara 2 Triliun Lebih)

Untuk memenuhi permintaan Bareskrim tersebut, BPK telah membentuk tim khusus untuk melakukan penghitungan. "BPK membentuk tim pemeriksa untuk menghitung kerugian negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” lanjut Yudi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, Anggota VII BPK Achsanul Qosasi kepada CNN Indonesia mengatakan bahwa cara pembayaran yang tidak benar sebagai salah satu akar masalah dalam kasus dugaan korupsi penjualan kondensat bagian negara dari Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP Migas, sekarang SKK Migas) oleh PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).

"Masalahnya dicara pembayarannya dan pelaksanaannya. Ini kan berpotensi merugikan negara karena TPPI tidak bayar jatah yang dikirim SKK Migas,” katanya. Achsanul menjelaskan, dalam kerja sama penjualan kondensat ini seharusnya pembayaran menjadi prioritas untuk diamankan.

Sementara itu, dalam kasus tersebut, pembayaran justru tersendat dan mengakibatkan piutang. Achsanul menyebut kasus ini berpotensi merugikan negara hingga US$139 juta. “Itu baru potensi, nanti dihitung, kalau sudah jelas rangkaian kasusnya akan dihitung lagi. Bareskrim akan minta kepada BPK,” ucapnya. (Baca juga: BPK: KKKS Migas Berulah, Negara Berpotensi Rugi Rp 7 Triliun)

Bareskrim Polri sebelumnya mengatakan kerugian negara dalam kasus kondensat ini adalah sebesar nilai proyek kondensat itu sendiri. Kesimpulan bahwa telah terjadi kerugian total, menurut Polri karena transaksi antara TPPI dan BP Migas dilaksanakan tanpa adanya kontrak yang memayungi.

Ketiadaan kontrak yang memayungi proses jual beli ini membuat seluruh transaksi antara BP Migas dan TPPI menyalahi hukum. Dengan demikian, meski TPPI sempat membayar sebagian piutangnya, tindak pidana dalam kasus ini tak dapat dihapuskan.

Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Victor Simanjuntak sempat menyebut TPPI mengambil alih penjualan kondensat dari BP Migas dengan nilai US$ 3 miliar. Sementara itu, nilai penjualan yang dilakukan oleh TPPI mencapai US$ 4 miliar.

Dengan keuntungan US$ 1 miliar pun, kata Victor, TPPI masih mempunyai tunggakan senilai US$ 140 juta. Ditambah dengan penalti akibat tunggakan hingga Maret 2010, piutang itu mencapai angka US$ 143 juta atau Rp 1,9 triliun. (Baca juga: Tim Antimafia Migas Ingatkan Pertamina Soal Tender Kondensat)

Lifting pertama kondensat bagian negara dari oleh TPPI dilakukan pada Mei 2009. Victor mengatakan, kontrak baru dibuat satu tahun setelahnya, sekitar April 2010. Dalam kontrak itu pun, BP Migas menunjuk langsung TPPI sebagai rekanan, tanpa melalui prosedur lelang yang benar. (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER