Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum terpidana mati asal Pakistan, Zulfiqar Ali, berencana hendak mengadukan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Komisi HAM Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Pengaduan Prasetyo ke Komnas HAM dan Komisi HAM PBB dilakukan jika eksekusi mati terhadap Zulfiqar tetap dilakukan penegak hukum, Jumat (29/7) dinihari.
Kuasa hukum Zulfiqar, Saut Edward Rajagukguk, menyatakan bahwa saat ini dirinya pesimis sang klien dapat lolos dari eksekusi mati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jujur, sampai sekarang saya pesimis klien saya ditunda. Kami akan tetap mempermasalahkan eksekusi Zulfiqar. Kami memikirkan akan melaporkan Jaksa Agung ke Komnas HAM maupun Internasional," ujar Saut kepada CNNIndonesia.com, Kamis (28/7).
Kekecewaan dimiliki karena Saut menganggap kliennya masih memiliki kesempatan untuk memperoleh status bebas setelah dirinya pengajuan grasi ke Pengadilan Negeri Tangerang dan Sekretariat Negara, Kamis (27/7) siang tadi. Selain itu, Saut menilai ada praktik peradilan yang tak adil (unfair trial) pada perkara kliennya.
Kuasa hukum Zulfiqar diketahui mengacu pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi sebagai dasar pengajuan ampunan bagi kliennya.
Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa grasi dapat diajukan oleh terpidana mati, penjara seumur hidup, dan terpidana yang mendapat hukuman penjara minimal dua tahun. Peraturan tersebut tertuang pada Pasal 2 UU terkait.
Namun, Pasal 7 UU Grasi menyatakan bahwa permohonan hanya dapat diajukan paling lama dalam jangka waktu satu tahun sejak putusan inkracht suatu perkara diputuskan.
"Permohonan grasi dapat diajukan sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Permohonan grasi sebagaimana dimaksud diajukan paling lama dalam jangka waktu
satu tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap," bunyi ayat 1 dan 2 Pasal 7 UU Grasi.
Perkara Zulfiqar telah mendapat status inkracht dari pengadilan ketika pada 2005 lalu dia divonis hukuman mati oleh PN Tangerang. Saut telah mengungkapkan bahwa proses hukum tidak adil (unfair trial) diduga terjadi sejak awal pengusutan perkara dilakukan pada 2004 silam, hingga akhirnya Zulfiqar mendapat hukuman mati.
(wis)