Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Reserse Kriminal Polri mengungkap kasus eksploitasi anak di Bali dengan korban sebanyak 12 anak di bawah umur yang dipekerjakan sebagai pemijat di sebuah panti pijat.
Kepala Subdirektorat III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Komisaris Besar Umar Surya Fana, menyampaikan pengungkapan kasus berawal saat polisi menerima laporan bahwa terjadi perdagangan manusia di sebuah panti pijat di Bali.
Saat melakukan penggerebekan, polisi mendapatkan panti pijat mempekerjakan 12 anak yang berusia antara 14 sampai 18 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat mau penegakan hukum, tempat spa ternyata dokumennya lengkap, informasi itu tidak valid. Malah ketemu 12 anak di bawah umur," kata Umar di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Senin (1/8).
Menurut dia berdasarkan hasil pemeriksaan, polisi juga menemukan bahwa 12 anak di bawah umur itu menerima gaji yang tidak sesuai dengan perjanjian.
Berdasarkan perjanjian, korban seharusnya menerima gaji sebesar Rp20 juta per bulan dan tambahan imbalan sebesar Rp100 ribu per konsumen. Namun kenyataannya, korban hanya menerima gaji sebesar Rp6 juta per bulan dan tambahan imbalan sebesar Rp10 ribu per konsumen.
"Kemudian awalnya dijanjikan pulang kampung bebas, ternyata nggak boleh keluar-keluar. Kerja 24 jam. Intinya terkungkung," katanya.
Terkait asal wilayah para korban, Umar menjabarkan dari berbagai wilayah. Di antaranya Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimatan.
Menurutnya setelah direkrut, seluruh korban ditampung dan diberi pelatihan lebih dahulu di Jakarta, sebelum diberangkatkan ke Bali.
Walaupun demikian, Umar menegaskan, hingga saat ini polisi belum menetapkan tersangka. Polisi masih mendalami kasus dengan memeriksa sejumlah saksi.
"Ada terjadi pelanggaran undang-undang perlindungan anak, tapi tersangkanya belum ada," tutur dia.
(asa)