YLBHI: Mantan Anggota Gafatar Korban Ketidakadilan

Wishnugroho Akbar & Gloria Safira Taylor dan Dimitri Allegro Boestami | CNN Indonesia
Rabu, 03 Agu 2016 22:14 WIB
Kepolisian seperti terkondisikan oleh desakan kelompok anti Gafatar dan gubernur, serta SKB 3 Menteri dan fatwa Maajelis Ulama Indonesia.
Seorang warga eks-Gafatar memeluk anaknya saat dipulangkan ke daerah asal melalui Pelabuhan Dwikora, Pontianak, Kalbar, beberapa waktu lalu. (ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang)
Jakarta, CNN Indonesia -- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut mantan anggota Gafatar sebagai korban ketidakdilan yang dilakukan oleh negara. Perlakuan tidak adil itu tak hanya dialami oleh orang dewasa mantan anggota Gafatar, juga menimpa anak-anak dan perempuan hamil.

Ketidakadilan yang dialami para eks Gafatar ini bermula ketika sekitar 1000 eks Gafatar diusir dari Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Tak hanya diusir, rumah mereka juga dijarah dan dibakar.

Di sisi lain, pemerintah hingga saat ini tidak menunjukkan itikad baik untuk memberi solusi atas nasib mereka.
Ketidakdilan juga terjadi saat para eks Gafatar ini diperiksa sebagai saksi oleh kepolisian dengan tuduhan perbuatan makar dan penodaan agama. Bahrain menilai hal itu sebagai bentuk kriminalisasi terhadap eks anggota Gafatar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hari ini, kami tidak tahu alasan yang pasti, begitu mereka diusir justru malah dikiminalisasikan," kata Direktur Advokasi YLBHI Bahrain saat konferensi pers di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat, Rabu (3/8).

Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) Usman Hamid menilai pasal makar dan penodaan agama yang diberikan pada eks Gafatar tidak relevan. Sebab, kata Usman, pasal makar digunakan pada semacam kegiatan untuk menggulingkan pemerintahan yang salah satu unsurnya meliputi penggunaan senjata.

Berdasarkan pasal penodaan agama, Usman juga menilai tuduhan cukup sulit dibuktikan karena kelompok Gafatar tidak menyebarkan kebencian atau permusuhan antar agama.

"Kepolisian ini seperti terkondisikan oleh desakan kelompok anti Gafatar, desakan gubernur ditambah dengan SKB 3 Menteri dan fatwa MUI," ucapnya.
Usman kemudian menceritakan pertemuannya dengan Kabareskrim Anang Iskanda. Dalam pertemuan itu, pihak kepolisian tidak dapat memberikan barang bukti yang menjadi dasar penangkapan eks Gafatar.

Atas hal itu menurut Usman, pemerintah seharusnya memberikan pembinaan, bukan penangkapan dan pemindahan dengan tindak kekerasan terhadap eks Gafatar.

"Pemerintah pusat di tingkat provinsi seperti Mabes Polri dan Kemendagri seharusnya mengambil intervensi positif dalam menangani perkara ini," tuturnya.

Pengakuan Tindakan Diskriminasi

Salah satu mantan anggota Gafatar yang hadir di YLBHI, Yudhistira Arif Rahman Hakim menceritakan tentang tindakan diskriminasi terhadap dirinya dan kawan-kawannya.

Yudhis, sapaan akrabnya, bercerita tentang temannya yang dipecat dari perusahaan karena ketahuan merupakan eks Gafatar. Padahal, menurut Yudhis, temannya tidak melakukan tindak kejahatan apapun.

"Ada juga teman-teman yang tidak bisa mendapatkan kembali Kartu Tanda Penduduk (KTP). Pihak kecamatan terus mempersulit keinginan teman-teman untuk memperoleh KTP," ungkap Yudhis.
(wis/wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER