Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Agama pernah membangun Lembaga Percetakan Al Quran pada 2008 di atas lahan seluas 1.530 meter di Bogor, Jawa Barat namun kini terbengkalai. Mantan Menteri Agama M. Maftuh Basyuni bahkan menyatakan lembaga itu akan 'dikubur' karena mesin-mesinnya yang bernilai Rp28 miliar segera jadi besi tua.
"Ya, jadi mesin besi karatan dan besi tua," ungkap Maftuh di kediamannya, Rabu malam, seperti dilansir dari
Antara.Lembaga Percetakan Al Quran berlokasi di Jalan Raya Puncak, Km 65, Ciawi, Bogor, Jawa Barat. Bangunannya diresmikan pada 15 Nopember 2008.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lembaga Percetakan Al Quran dibangun dari uang APBN dan dikelola sebagai badan layanan umum (BLU) di bawah pembinaan Kementerian Agama. Dana membangun gedung lembaga tersebut mencapai Rp30 miliar.
Lembaga Percetakan Al Quran dibangun untuk memenuhi program pengadaan Al Quran untuk setiap satu masjid. Namun dalam perjalanannya, lembaga percetakan itu tak terurus. Percetakan mulai berhenti beroperasi sejak pertengahan 2015.
Maftuh mengaku tidak habis pikir dana yang diinvestasikan sedemikian besar berujung pada kesia-siaan.
Menteri Agama periode Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I ini menduga ada oknum yang tidak ingin lembaga percetakan Al Quran berjalan baik. Alasannya, bila percetakan itu berjalan, maka pengadaan Al Quran nantinya tidak lagi dilakukan dengan tender. Tanpa tender, tak ada komisi. "Ya, ujungnya mencari komisi," tutur Maftuh.
Percetakan Al Quran milik Kemenag sebenarnya tergolong modern, dilengkapi mesin pracetak, mesin cetak web, mesin cetak warna, mesin cetak sheet DS4, dan mesin-mesin lainnya. Kapasitas produksi mencapai 1,5 juta eksemplar per tahun.
"Saya mencari mesin cetak terbaik. Saat itu, saya minta rekomendasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," kenang Maftuh.
Sementara itu, mantan Direktur Lembaga Percetakan Al Quran Samidin Nashir mengaku tak tahu mengapa percetakan tak lagi beroperasi. "Saya enggak tahu mengapa tak jalan lagi," ungkap Samidin Nashir melalui saluran telepon Kamis (11/8) pagi.
Percetakan itu diharapkan menjadi awal menentukan bentuk pelat baku dan meminimalisir salah cetak Al Quran. Melalui standar pengawasan mutu ketat yang ditangani Lajnah Pentashih Al Quran, kesalahan cetak bisa dihindari. Harapan itu gagal terwujud. Kini, di gedung percetakan, tak ada lagi aktivitas selain para penjaga yang masih setia menjaga gedung tersebut.
(wis/asa)