Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengakui pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih belum sempurna karena terkendala oleh banyak oknum.
"Belum sempurna, walaupun betul-betul sudah kami pangkas tapi perlawanan masih ada. Nah, model-model begitu, kerjanya halus. Ini kan orang, perlawanannya dari orang. Dia enggak mau tanda tangan, enggak mau kerjain, atau dia jebak," kata Gubernur yang biasa disapa Ahok itu di Balai Kota, Jakarta, Kamis (11/8).
Ahok menjelaskan oknum tersebut tak henti-hentinya mencari celah meski sistem sudah diperketat. Saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan sistem
e-Budgeting. Setiap transaksi juga tak boleh dilakukan secara tunai.
Dengan sistem itu, perancangan anggaran kemudian dibuat dalam sebuah
template agar tak terjadi pemborosan di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Kebutuhan harus ditulis sedetail mungkin. Misalnya, tidak lagi dibuat dengan keterangan alat tulis kantor (ATK), namun lebih rinci menyebutkan nama kebutuhan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahok menilai sistem itu masih bisa dimanfaatkan oknum. Solusinya, ia berencana akan menentukan sendiri kebutuhan untuk setiap SKPD. "Mungkin tahun depan lagi saya mau paksakan. Kami sudah tahu kebutuhannya mau apa, tentukan saja supaya dia enggak ada celah main," tutur Ahok.
Ahok mengatakan oknum-oknum penyeleweng anggaran itu bakal dipecat. Berdasarkan data dari Badan Kepegawaian Daerah DKI Jakarta, sekitar 80 PNS sudah dipecat. Jika tak dipecat, proses anggaran bakal terhambat.
"Makanya mesti pecatin terus. Ketahuan, pecat. Kalau kita enggak berani pecat, ya enggak jalan," ujarnya
Ahok mengklaim kebijakan pemecatan itu membuat serapan anggaran lebih baik dan belanja barang jadi tepat sasaran. Misalnya pembangunan dinding turap, truk sampah, dan mesin pembersih jalan.
Diketahui per tanggal 29 Juli, penyerapan dana APBD DKI Jakarta mencapai 33 persen atau Rp19,8 triliun, meningkat dibanding tahun 2015 sebesar 22,5 persen atau Rp13,4 triliun. Sementara pendapatan Pemprov DKI Jakarta sebesar 44,6 persen atau Rp17,5 triliun, meningkat dibanding tahun lalu senilai 39,8 persen atau Rp15,1 triliun.
Dinas Pendudukan dan Pencatatan Sipil menjadi SKPD dengan serapan anggaran tertinggi, yakni (65 persen). Kemudian diikuti oleh Dinas Bina Marga (26,8 persen), Dinas Kebersihan (17,2 persen), Dinas Pertamanan dan Pemakaman 9,7 perse, Dinas Tata Air (9,4 persen), dan Dinas Perumahan dan Gedung (4,1 persen).
(wis/wis)