Jakarta, CNN Indonesia -- Warga Negara Indonesia (WNI) yang berdomisili di Italia selama 16 tahun, Maya Geisye Sambuaga (41 tahun) mengaku, pejabat publik tidak seharusnya membohongi masyarakat dengan memegang dwi-kewarganegaraan.
“Seharusnya malu ya, apalagi kalau dia pejabat publik. Kalau memang seseorang mau jadi pejabat, dia sudah seharusnya melepas dulu kewarganegaraannya selain Indonesia. Ini nasionalisme,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (15/8) malam.
Komentar Maya ini disampaikan menyusul diberhentikannya Arcandra Tahar sebagai Menteri ESDM oleh Presiden Joko Widodo. Pemberhentian dilakukan setelah muncul kisruh ihwal kewarganegaraan Arcandra yang dipertanyakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arcandra disebut telah menjadi warga negara Amerika Serikat sejak Maret 2012, namun juga memiliki paspor Indonesia. Status Arcandra ini dianggap ilegal di Indonesia karena negara ini tidak mengenal kewarganegaraan ganda, sesuai dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Arcandra telah mendalami studi pengeboran lepas pantai dan berkarier di Amerika Serikat sejak tahun 1996. Sekitar 20 tahun berada di negeri Paman Sam, Arcandra disebut telah berucap setia kepada negara itu.
Maya sendiri menolak berpindah kewarganegaraan, meski suaminya merupakan warga asli Italia, bahkan dua putra hasil pernikahannya pun berkewarganegaraan ganda.
“Saya tidak melihat keuntungan dengan pindah kewarganegaraan. Saya memang menikmati fasilitas di Italia, tetapi saya membayar pajaknya. Saya rasa adil,” katanya.
Maya malah mengklaim aktif mempromosikan kebudayaan Indonesia. Ia membuka praktik pijat khas Indonesia, seperti Javanese Massage dan Balinese Massage.
Saat ini, Maya mengantongi izin tinggal sebagai permanent residency seumur hidup. Ia boleh dibilang beruntung, karena umumnya WNI yang berdomisili di luar negeri kerap memperpanjang izin tinggal mereka secara tahunan sampai lima tahunan.
Wendy Khoo (71 tahun), keturunan Indonesia yang menetap di Italia ini justru telah beralih kewarganegaraan. Ia lebih menikmati menjadi WNA karena fasilitas yang ditawarkan pemerintah setempat. Namun, ia juga menyadari, telah kehilangan hak-haknya sebagai WNI.
“Saya sadar betul saya kehilangan hak sebagai WNI. Tetapi saya tidak akan memegang kewarganegaraan ganda. Karena, Indonesia memang tidak menganut itu. Seharusnya, semua orang Indonesia juga tahu itu. Apalagi, pejabat publik,” imbuh dia.
Pendapat berbeda diungkapkan Timmy Hemaen (40 tahun), WNI yang menetap di Hamburg, Jerman. Menurut karyawan hotel Hilton Group tersebut, seharusnya pemerintah memberi waktu kepada anak-anak bangsa yang berprestasi untuk membuktikan dirinya.
“Misalnya, beri waktu satu tahun untuk membuktikan diri bekerja. Lalu, berikan pilihan untuk menjadi melepaskan kewarganegaraannya setelah itu, atau ya dipecat kalau memang tidak mau. Tetapi, dikasih kesempatan dulu,” tegas Timmy.
(den)