Senjakala Medan Prijaji yang Tutup Usia Hari Ini

Rosmiyati Dewi Kandi | CNN Indonesia
Senin, 22 Agu 2016 07:37 WIB
Tak banyak yang ingat bahwa pernah ada berkala yang berani menulis ketidakadilan pemerintah kolonial dan menjadi penanda perlawanan terhadap penjajah.
Ilustrasi. (Diolah dari Wikipedia)
Mendapat dukungan dari 700 anggota serta f1.500 dari bupati dan pangeran, tak membuat penerbitan surat kabar MP berjalan mulus. Belum lagi satu tahun koran itu beredar luas di Batavia, MP tenggelam dalam utang sebesar lebih dari tujuh kali lipat modal pokok.

Iklan yang masuk terlampau sedikit. “Namun biang keladi kesulitan keuangan adalah terlalu besar napsu Tirto Adhi Soerjo untuk memajukan bangsanya dengan secepat mungkin melalui daya cetak,” tulis Pram.

Situasi itu dapat dikendalikan ketika seorang pengusaha pribumi bernama Mohammad Arsad datang menawarkan kerja sama. Arsad memiliki perusahaan dagang atau Naamloze Vennotschap (NV) HM Arsad & Co yang memperdagangkan kayu dari Sumatera dan Kalimantan ke Jawa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip dari Karya-Karya Lengkap Tirto, pada 30 November 1908, Tirto bersama Pangeran Oesman dan Arsad mendatangi notaris Marien John Smissaert di Betawi untuk membuat MP menjadi NV berbadan hukum.

NV tersebut mendapat pengesahan dari pemerintah pada 10 Desember 1908 dan namanya berubah menjadi NV Javasche Boekhandel en Drukkerij en Handel in Schrijfbohoeften Medan Prijaji atau disingkat NV Medan Prijaji.

“Inilah NV Bumiputera sekaligus NV pers Indonesia pertama dengan modal f75.000, terbagi atas 3 ribu lembar saham,” seperti ditulis dalam buku milik Iswara dan Muhidin.

Pada awal terbit, MP merupakan surat kabar mingguan sederhana berukuran 12,5 x 19,5 cm, setebal 22 halaman. Koran ini memiliki sejumlah rubrik tetap yaitu mutasi pegawai negeri, salinan lembaran negara dan lampirannya, surat-surat masuk dan jawabannya, cerita bersambung, serta pemberian bantuan hukum bagi publik.


Surat-surat masuk dan jawabannya, berikut pemberian bantuan hukum bagi publik, menjadi alasan nama MP meroket. Sejumlah surat pembaca yang diterima MP biasanya berupa dukungan bagi Tirto atau kritik terhadap pemerintah.

MP memang bukan surat kabar pertama milik orang Indonesia asli karena pelopor jurnalisme pribumi telah dilakukan Tirto lebih dulu melalui Soenda Berita. Koran ini terbit pertama kali pada 7 Februari 1903, merupakan koran pertama orang Indonesia, dimodali dan diisi oleh tenaga Bumiputera, dan tak lagi menjadi bawahan bangsa lain.

Soenda Berita disebut sebagai tonggak sejarah pers nasional. “Tirto menamai Soenda Berita dengan ‘kepoenjaan kami Priboemi’,” mengutip buku Karya-Karya Lengkap Tirto.

Soenda Berita diterbitkan dari Cianjur hingga pindah ke Batavia dengan mendapat bantuan dana dari Prawiradiredja—penyokong dana juga bagi Medan Prijaji. Bersama Soenda Berita, Tirto ingin memadukan perdagangan dan pers untuk kemajuan rakyat.

Kiprah Soenda Berita hanya berlangsung sekitar tiga tahun sebelum akhirnya ditinggal Tirto melakukan perjalanan panjang, mengalami kesulitan keuangan, hingga akhirnya ditutup.

Dalam terbitan Nomor 9, Tahun II, 1 Mei 1904, Tirto menulis, “Perhatikanlah! Beberapa kuitansi pos, penagihan dari bulan September, Oktober 1903, dan Februari 1904 besarnya f2,60 sudah kembali, sebagian minta waktu, sebagian tidak ada kabar dari yang ditagih. Sudilah setelah membaca ini, lantas kirim itu uang f2,60 kepada kami, supaya Soenda Berita jangan selalu ditimpa kerugian.”

Meski bukan surat kabar pertama milik orang Indonesia, Pram menyebut MP “lain dari yang lain.”

Iswara dan Muhidin mengatakan, lebih dari Soenda Berita—yang cenderung berperan sebagai luapan otak dan pemikiran Tirto dengan sesekali memberikan cubitan kepada aparat kolonial—MP lebih meresapi lakon sebagai medan bertarung Tirto membela rakyat dari penindasan dan tujuannya tidak main-main.

Senjakala Medan Prijaji

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3 4
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER