Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menjadi salah satu dasar proses penetapan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka korupsi.
Meski demikian, Wakil Ketua KPK Laode Muhamd Syarif enggan membeberkan berapa jumlah aliran dana korupsi yang diterima Nur Alam dalam kasus korupsi perizinan tambang yang menjeratnya.
"Salah satu dasar KPK dalam penentuan (jumlah uang korupsi Nur Alam) itu salah satunya dari laporan PPATK," ujar Laode di Kantor KPK, Jakarta, Selasa (23/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laode menuturkan, selain menerima laporan PPATK, KPK juga menggandeng Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan untuk menghitung jumlah kerugian negara dari korupsi yang dilakukan oleh Nur Alam.
Laode berkata, hasil penyelidikan menduga bahwa ada praktik korupsi berupa penerbitan izin tambangan sejak tahun 2009 hingga 2014.
Laode menyatakan KPK kini tengah mengkaji kemungkinan Nur Alam melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang dari hasil korupsinya.
Meski demikian, dia menegaskan KPK enggan menyimpulkan lebih awal apakah kader Partai Amanat Nasional itu melakukan TPPU atau tidak.
"Penerapan TPPU bergantung bukti yang didapat. Yang jelas sudah ada dua alat bukti untuk menetapakan (Nur Alam) sebagai tersangka," ujarnya.
Menurut Laode, kasus korupsi Nur Alam masih terkait dengan kasus korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Agung. Oleh karena itu, penanganan korupsi Nur Alam nantinya akan melibatkan Kejagung.
"Kasus ini (korupsi Nur Alam) ada benang merahnya dengan kasus yang pernah ditangani Kejagung. Oleh karena itu KPK berkoordinasi dengan Kejagung," ujar Laode.
Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai Gubernur untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi.
Sejumlah aturan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh Nur Alam kepada PT AHD diduga sebagai bagian dari modus korupsinya. PT AHD adalah perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Buton dan Bombana, Sultra.
Kebijakan yang dikeluarkan Nur Alam kepada PT AHD, yaitu Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan dan Ekplorasi, serta SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Pertambangan Operasi Produksi.
"SK tersebut diduga dikeluarkan tidak sesuai aturan yang berlaku," ujar Laode.
Laode menyampaikan, atas tindakannya, Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(gil)