Jakarta, CNN Indonesia -- Proyek reklamasi yang tengah gencar dilaksanakan oleh pemerintah tidak sejalan dengan visi maritim Presiden Joko Widodo yang ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Proyek reklamasi justru merupakan bentuk penyelewengan atas visi tersebut.
Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Azmi Sirjuddin menyebut reklamasi sebagai proyek rezim properti yang berkaitan dengan birokrat lokal di masing-masing wilayah.
"Seluruh reklamasi di Indonesia tidak berkaitan dengan kepentingan publik atau masyarakat secara luas, ini hanya proyek rezim properti," kata Azmi dalam konferensi pers di Gallery Walhi, Jakarta Selatan, Kamis (25/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengambil contoh proyek reklamasi Teluk Palu, Sulawesi Tengah. Proyek yang dilakukan oleh pemerintah kota dan provinsi itu, menurutnya, sarat dengan kejahatan korporasi, suap menyuap aparat pemerintah untuk mendapatkan izin.
"Reklamasi Teluk Palu ini melanggar peraturan daerah tentang tata ruang, jadi pemerintah daerah melanggar peraturan yang mereka buat sendiri," ujar Azmi.
Di tempat yang sama, Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional Walhi, Khalisah Khalid, menyatakan bahwa visi maritim Presiden Jokowi telah salah diterjemahkan oleh jajarannya.
Visi maritim, menurut dia, seharusnya diterjemahkan dengan melahirkan kebijakan nasional yang bertujuan untuk memulihkan dan melindungi kawasan pesisir serta pulau-pulau kecil, baik dari ancaman perubahan iklim ataupun ekspansi modal.
Khalisah juga menegaskan bahwa visi maritim semestinya didukung dengan membangun kesejahteraan bagi nelayan serta memulihkan kawasan pesisir yang kerap mengalami krisis ekologis.
"Visi maritim Jokowi salah kaprah diterjemahkan, bahkan dibajak untuk kepentingan kekuasaan, baik secara ekonomi maupun politik," ujarnya.
Reklamasi Miskinkan NelayanDalam kesempatan itu eksekutif nasional Walhi juga menyempatkan diri untuk menggelar konferensi video dengan sejumlah perwakilan Walhi yang berada di berbagai daerah seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Jakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Bali.
Dalam konferensi video itu, Direktur Walhi Sulawesi Tenggara Kisran Makati menyatakan bahwa sebagai negara maritim, pemerintah seharusnya menjadikan nelayan sebagai aktor utama.
Faktanya, kebijakan pembangunan yang berjalan saat ini justru semakin menyingkirkan ruang hidup nelayan dan membuat nelayan semakin miskin. "Reklamasi adalah proyek pemiskinan struktural kepada nelayan, khususnya nelayan kecil yang semakin sulit mengakses sumber kehidupan," katanya.
Sementara itu, Direktur Walhi Sulawesi Selatan, Asmar Exwar, mengatakan bahwa proyek reklamasi tidak segan-segan melabrak regulasi.
Di Makassar, misalnya, proyek reklamasi berjalan tanpa ada izin. "Regulasi saja berani dilabrak, apalagi nelayan kecil yang dianggap tidak punya kekuatan," ujarnya.
Bencana EkologisKemudian, Direktur Walhi Sulawesi Utara Theodoron Rontuwene mengingatkan akan bencana ekologis yang semakin banyak terjadi akibat proyek reklamasi. Theodoron mencontohkan sejumlah peristiwa seperti banjir besar di Jakarta dan banjir bandang di Manado pada 2014.
Terus berlangsungnya proyek reklamasi menunjukkan bahwa pemerintah tidak pernah belajar dari kegagalan model pembangunan yang berisiko tinggi bagi lingkungan hidup dan masyarakat.
"Jadi proyek reklamasi itu bukan solusi mengatasi persoalan lingkungan hidup di wilayah pesisir," kata Theodoron.
Puput Tri Dharma Putra, Direktur Walhi Jakarta menjelaskan, perusakan fungsi ekologis tidak hanya terjadi di kawasan proyek reklamasi berjalan, tapi juga menimpa kawasan yang pasir atau tanahnya diambil untuk proyek reklamasi.
Nilai sosial dan budaya juga hilang di kawasan-kawasan tersebut. "Artinya, dari hulu hingga hilir proyek reklamasi melahirkan berbagai persoalan serius," Puput menuturkan.
Sedangkan Direktur Walhi Bali, Suriadi Darmoko, menyatakan berbagai proyek reklamasi yang berjalan hingga saat ini telah membungkam suara masyarakat. Hal itu juga diikuti oleh upaya mengkriminalisasi masyarakat atau individu demi melanggengkan proyek reklamasi.
"Tapi kami akan terus menyuarakan perlawanan terhadap proyek reklamasi Teluk Benoa dan berbagai proyek reklamasi lainnya di Indonesia, baik lewat jalur hukum ataupun perluasan gerakan," tutur Suriadi.
(wis/wis)