Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan sejumlah fakta usai melakukan pemantauan dan penyelidikan peristiwa bentrok TNI dan warga Desa Sarirejo, Medan, Sumatera Utara pada pertengahan Agustus lalu.
Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menyebut anggota TNI telah melakukan tindakan penganiayaan, penyiksaan, serta perusakan harta benda milik warga, jurnalis, dan fasilitas umum. Kasus itu dilakukan oleh anggota Pangkalan Udara Kolonel Soewondo yang terdiri dari anggota TNI AU dan Paskhas, serta dibantu oleh Pasukan Artileri Medan (Armed) TNI AD.
Pigai menjelaskan, peristiwa itu mulanya dipicu oleh tindakan sepihak TNI AU, khususnya oleh anggota Lanud Kolonel Soewondo. Mereka memasang patok-patok pada 15 Agustus dini hari sekitar pukul 04.00 WIB di daerah yang masih bersengketa.
Mengetahui hal itu, warga berbondong-bondong mendatangi lokasi dan melakukan aksi protes. Namun aksi itu disikapi dengan pemasangan blokade oleh anggota TNI AU.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Blokade itu, menurut Pigai, dilakukan di jalan umum yang merupakan akses masuk utama Bandara Polonia, Medan. Jalan itu dipergunakan oleh publik sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai area khusus instalasi militer.
Menurut Pigai, peristiwa ini merupakan kejadian lanjutan pada 3 Agustus yang sempat memanas karena adanya pemasangan spanduk secara sepihak oleh TNI. Spanduk itu berisi pemberitahuan di lokasi tersebut akan dibangun rumah susun bagi TNI AU.
Pigai juga menyebutkan adanya serangan sporadis yang dilakukan anggota TNI AU, baik Polisi Militer, Paskhas, dan Armed. Mereka bergabung secara tiba-tiba, kemudian menyerang warga Kelurahan Sarirejo.
Akibat peristiwa tersebut, setidaknya 20 orang warga mengalami luka-luka, dua di antaranya mengalami luka tembak. Sementara satu orang anggota TNI AU juga mengalami luka.
Selain korban jiwa, terdapat perusakan terhadap rumah dan kendaraan milik warga, kamera dan kartu pers milik jurnalis, serta fasilitas umum dan tempat ibadah.
"Ada fakta, sejumlah oknum anggota TNI AU memasuki areal tempat ibadah, masjid, tanpa melepas alas kaki dan sengaja merusak kotak infak yang ada di seberang masjid," ungkap Pigai di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (29/8).
Komisioner asal Papua ini juga menyatakan adanya oknum anggota TNI AU yang melakukan tindakan kekerasan verbal kepada warga. Menurutnya, tindakan itu berorientasi untuk merendahkan martabat manusia dengan kata-kata yang tidak pantas.
Tindakan kekerasan juga dilakukan anggota TNI AU kepada anak di bawah umur, sehingga menciptakan rasa ketakutan dan traumatik.
Fakta lain, kata Pigai, anggota TNI AU melakukan panangkapan dan penahanan terhadap seorang warga yang diduga sebagai provokator. Penahanan dilakukan di ruang tahanan Markas Lanud Kolonel Soewondo.
"Anggota TNI AU diduga melakukan interogasi dan penyiksaan terhadap warga tersebut," kata Pigai.
Komnas HAM juga menemukan fakta bahwa anggota TNI AU melakukan tindak kekerasan terhadap dua orang jurnalis. Kamera dan kartu pers yang bersangkutan dirampas. Bahkan salah seorang jurnalis harus dirawat intensif di rumah sakit.
Pigai menyatakan sengketa lahan antara warga Sarirejo dengan TNI AU karena didasari cara pandang dan persepsi yang berbeda atas penguasaan tanah seluas 260 hektar yang dihuni 5.500 kepala keluarga.
Menurutnya, cara pandang warga berpedoman pada asas historis kepemilikan tanah secara turun temurun, serta legalistik dan faktual sesuai putusan MA dan Tata Usaha Negara. Sementara TNI AU hanya berdasarkan pada otoritas penguasaan lahan oleh negara.
Sementara itu, Markas Besar TNI Angkatan Udara menyatakan akan menjatuhkan sanksi tegas kepada anggotanya yang terbukti menganiaya warga Sarirejo, Medan, ketika prajurit Pangkalan Udara Soewondo Medan terlibat bentrok dengan warga terkait sengketa tanah, Senin (15/8).
“Proses penyelidikan sedang berlangsung untuk mengetahui siapa-siapa saja yang terbukti bersalah, baik masyarakat maupun prajurit TNI AU,” kata Kepala Dinas Penerangan AU Marsma Jemi Trisonjaya di Jakarta seperti dilansir Antara.
Mantan Panglima Komando Operasi Pertahanan Udara Nasional III Medan itu berkata, TNI AU tak akan menutupi kesalahan anggotanya.
“Tidak ada prajurit TNI AU yang kebal hukum. Semua memiliki kedudukan sama di mata hukum,” ujar Jemi.
(yul)