Ahok Rencana Minta Fatwa MA sebagai Landasan Hukum Reklamasi

Puput Tripeni Juniman | CNN Indonesia
Senin, 05 Sep 2016 16:53 WIB
Fatwa dari Mahkamah Agung diharapkan mengisi landasan hukum kebijakan reklamasi yang sampai saat ini belum jelas.
Ahok berencana meminta fatwa dari Mahkamah Agung karena ketidakjelasan landasan hukum proyek reklamasi Jakarta Utara. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Landasan hukum kebijakan reklamasi Pantai Utara Jakarta masih belum jelas sejak DPRD DKI Jakarta menghentikan pembahasan peraturan daerah. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berencana meminta fatwa ke Mahkamah Agung untuk memberikan landasan hukum agar dapat melanjutkan proyek reklamasi.

"Makanya kami minta fatwa. Tapi karena situasi politik begitu tegang nanti kami keluarin fatwa, nanti disalahin lagi," kata Ahok, di Balai Kota, Jakarta, Senin (5/9).

Fatwa Mahkamah Agung itu bertujuan untuk menggantikan Rancangan Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 yang pembahasannya dihentikan oleh DPRD. DPRD menghentikan pembahasan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap skandal suap antara anggota DPRD, Sanusi dengan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Pembahasan raperda reklamasi ini menurut Ahok akan membuat investasi yang sudah berjalan akan terbengkalai. Dengan fatwa dari MA, Ahok berharap berlaku peraturan daerah sebelumnya dan dilengkapi dengan Peraturan Gubernur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain adanya penghentian pembahasan raperda, pada April lalu, pemerintah memberlakukan moratorium atau menghentikan sementara proyek reklamasi. Ketika itu keputusan diambil oleh beberapa menteri di antaranya mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli.

Ahok menganggap keputusan moratorium tak dapat dilakukan karena harus diputuskan presiden. "Enggak ada (SKB penghentian reklamasi). Menteri Koordinator Bidang kemaritiman harus bawa ke rapat terbatas bersama Presiden," kata Ahok.

Persoalan izin reklamasi pun sedang bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pada Mei lalu, majelis hakim mengabulkan gugatan koalisi nelayan. Namun, pemprov DKI sebagai tergugat I dan PT MWS sebagai tergugat II mengajukan banding.
Dasar gugatan koalisi nelayan adalah izin reklamasi yang tidak didasarkan pada peraturan mengenai Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).

"Padahal peraturan ini adalah dasar untuk menentukan pemanfaatan ruang pesisir," ujar Marthin.

Mestinya, kata dia, penerbitan izin reklamasi ini mendasarkan pada Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Selain itu, nelayan yang tinggal di kawasan Teluk Jakarta selama ini tak pernah dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan reklamasi hingga penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak dan Lingkungan (Amdal).

"Pihak tergugat tidak pernah melibatkan nelayan selama pembahasan kebijakan. Padahal mayoritas dari mereka tidak setuju dengan proyek ini," katanya.
Tak hanya permasalahan teknis, menurut Marthin, proyek reklamasi ini juga berdampak buruk pada ekosistem wilayah pesisir yang berakibat potensi hilangnya mata pencaharian para nelayan. (yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER