Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan, menolak pembuktian ulang rekaman
Closed-circuit television (CCTV) Kafe Olivier dari
flashdisk milik ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ajun Komisaris Besar M Nuh.
Penolakan itu bermula ketika Nuh membawa
flashdisk berisi rekaman CCTV Kafe Olivier dalam persidangan, Kamis (15/9). Ahli digital forensik dari Puslabfor Mabes Polri ini sengaja dipanggil kembali oleh JPU untuk menayangkan file rekaman CCTV.
Penayangan ulang rekaman CCTV ini rencananya akan dianalisis oleh ahli digital forensik yang dihadirkan kuasa hukum Jessica, yakni Rismon Hasiholan Sianipar. Namun rekaman CCTV ini urung ditayangkan karena pihak Jessica menolaknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Otto, hasil analisis Rismon yang disampaikan dalam persidangan hari ini telah valid. Ahli digital forensik jebolan Universitas Yamaguchi Jepang itu mendasarkan analisisnya berdasarkan pemeriksaan pada rekaman CCTV yang ditayangkan tiga stasiun televisi nasional yakni Kompas TV, I-News, dan TV One.
“Sekarang kami sudah punya bukti yang ditayangkan dari Kompas TV. Itu pasti tidak direkayasa. Jadi biarlah itu menjadi keterangan ahli yang kami hadirkan, dan keterangan ahli dari jaksa menjadi keterangan dia,” ujar Otto dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Otto menyatakan lebih setuju apabila Nuh memberikan salinan file rekaman CCTV yang telah dianalisis pada Rismon. Namun Nuh dengan cepat menolaknya.
“Apa yang diuji itu harus
apple to apple. Bahannya harus sama, software juga sama karena ada standarnya. Kami bisa buktikan mana yang bohong mana yang benar,” kata Nuh.
Nuh menilai analisis Rismon tidak valid karena hanya mendasarkan rekaman yang ada di televisi. Menurutnya, rekaman CCTV yang ditayangkan melalui televisi justru menimbulkan lebih banyak distorsi.
Ketua Majelis Hakim Kisworo kemudian mengusulkan agar rekaman CCTV dalam
flashdisk milik Nuh digandakan ke
flashdisk milik kuasa hukum. Hal itu dilakukan agar memudahkan Rismon melakukan analisis pada rekaman CCTV. Nantinya majelis hakim yang memutuskan bukti mana yang valid dari pihak Jessica atau penuntut umum.
Namun pihak Jessica tetap berkukuh menolak salinan file rekaman tersebut. Menurut Otto, ahli perlu waktu yang lebih lama untuk menganalisis rekaman tersebut. Sedangkan pihaknya masih perlu waktu untuk menghadirkan sejumlah ahli lain.
“Kami perlu waktu untuk menganalisis seperti yang dilakukan Pak Nuh. Jadi jika kami diberikan akses pada alat bukti, kami juga butuh waktu untuk melakukan hal yang sama,” timpal Rismon.
Rismon sebelumnya menduga ada video
tampering atau modifikasi illegal yang dilakukan Nuh saat menganalisis rekaman CCTV kafe Olivier pada 6 Januari lalu.
Dalam dunia digital forensik, kata Rismon,
tampering adalah kegiatan modifikasi yang dilakukan untuk tujuan tidak baik.
Tampering dilakukan dengan mencerahkan intensitas pixel untuk memberikan efek pergerakan pada video. Hal itu bisa dilakukan dengan mengubah laju frame sehingga memberikan efek ilusi apabila ditayangkan dalam kecepatan normal.
Indikasi adanya
tampering ini, menurut Rismon, terlihat dari ukuran jari Jessica yang tidak proporsional saat menggaruk tangan usai korban Wayan Mirna Salihin tak sadarkan diri di Kafe Olivier.
“Setelah kami periksa, pola atau tekstur dari wilayah jari telunjuk rusak. Tidak seperti tekstur atau pola dari lengan atas yang kemerah-merahan,” ujar Rismon saat memberikan keterangan di hadapan majelis hakim.
(gil)