Jakarta, CNN Indonesia -- Aroma benda yang terbakar mulai tercium di lantai 12 Apartemen Parama, Cilandak, Jakarta Selatan, pada satu sore Agustus lalu. Tapi, Jean Hartawan Reksodiputro belum yakin karena tak ada alarm yang berbunyi sebagai penanda kebakaran.
Ketika itu, dia tengah memperbaiki pendingin ruangan bersama dua petugas. Satu orang di antaranya menggunakan
walkie-talkie. Suara dari alat komunikasi itu akhirnya membalikkan keyakinannya: kebakaran tengah terjadi. Satu petugas turun, lainnya masih bersama pria tersebut.
“Penanganannya enggak profesional, orang itu main turun saja, kami masih bingung,” tutur Jean kepada CNNIndonesia.com, September lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asap sudah mulai mengepul dan muncul di koridor unit tempat tinggal Jean, 12C. Dia terperangkap di sana bersama istri dan anak perempuan satu-satunya yang berusia 17 tahun.
Asap kian tebal.
Jean tak mau ambil risiko untuk turun ke bawah, lantaran asap berasal dari tangga darurat. Jean mendapat informasi bahwa api berasal dari lantai bawah karena ada kosleting panel listrik di tangga darurat.
Dia pun berinisiatif untuk menutup pintu. Jean juga mengambil handuk yang dibasahi dan menutup celah agar asap tak masuk ke dalam unitnya. Dia akhirnya keluar menuju balkon supaya mendapat asupan oksigen yang lebih banyak.
Pemberitahuan dari manajemen apartemen tak kunjung datang.
Jean justru menerima telepon dari rekannya yang tinggal di hunian sekitar apartemen Parama, bahwa apartemen tengah terbakar dan diminta berhati-hati. Jean juga menghubungi keluarganya untuk memberitahu keadaannya.
Sesekali Jean membuka pintu dan melihat situasi di luar. Asap kian tebal dan udara semakin panas. Jean sempat mencoba menyalakan alat pemadam api, namun ternyata tak berfungsi. Petugas yang masih bersama Jean terlihat panik.
Jean masih mempertanyakan pemberitahuan maupun tindakan dari pengelola apartemen.
“Paling tidak mereka beri pemberitahuan, pakai Toa (pengeras suara) misalnya, ‘
dear residents please don’t be panic,’” ujar Jean.
Menurut Jean, pemberitahuan harus dalam bahasa Inggris karena 70 persen penghuni merupakan warga negara asing.
 (Ilustrasi kebakaran. morgueFile/xandert) |
Akhirnya, Jean dan keluarga berdiam diri di unitnya menunggu pertolongan. Pemadam kebakaran akhirnya mendobrak pintu unit pria tersebut. Mereka mengevakuasi Jean sekitar pukul 18.30 WIB.
Mereka menuruni tangga darurat. Jean menyayangkan petugas yang tidak menyiapkan masker sehingga membuat keluarganya menghirup asap terlalu banyak dari lantai 12 hingga lantai dasar.
Akibatnya, istri Jean pingsan dan dilarikan ke Rumah Sakit Pondok Indah.
Setelah membaik, mereka memilih mengungsi ke Hotel Kristal, tak jauh dari Parama. Lokasi itu dipilih karena dekat dengan sekolah anaknya di Jakarta Intercultural School (JIS).
Hingga saat ini, Jean masih bertahan di lokasi tersebut menunggu kelanjutan dari pengelola Apartemen Parama. Pemilik hunian menanggung biaya di Hotel itu hingga September 2016.
Jean merupakan penyewa salah satu unit di Parama. Dia menyewa unit milik Hartati Susanto melalui PT Parama Indah Sentosa (PIS) untuk November 2015—November 2017. Dia menyewa tanpa furnitur karena hendak merancang sendiri interior di huniannya.
Jean sudah melunasi sewa setahun dengan biaya Rp180 juta dan ditambah Rp15 juta untuk biaya keamanan. Biaya sewa satu tahun kemudian naik menjadi Rp16 juta per bulan. Awalnya, dia tak melihat persoalan yang berarti sejak dirinya tinggal di sana.
Manajemen Diduga BerbohongPada Januari lalu, Jean melihat ada spanduk pemberitahuan penyegelan terpasang di pintu masuk Apartemen Parama. Di sana juga terpampang surat dari pengelola karena adanya masalah birokrasi—tak dimilikinya Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
Menurut Jean, pemberitahuan yang tertulis dalam bahasa Indonesia itu membuat penghuni yang merupakan WNA tak mengetahui maksud pemberitahuan itu. Jean juga menyayangkan tak ada surat edaran berisi penjelasan yang biasanya diberikan kepada setiap unit.
“Saya sangat naif sekali percaya sama mereka waktu itu, seolah adminsitratif saja. Menurut saya, itu adalah suatu kebohongan. Mereka berbohong, mereka lalai,” kata Jean.
 Salah satu unit di Apartemen Parama (Dok. Jean Reksodiputro) |
Jean menilai pemberitahuan soal SLF adalah soal keselamatan hidup orang banyak seharusnya diberitahukan segera. Jika itu diberitahukan, Jean mengatakan akan berpikir ulang untuk tinggal di sana.
Saat ini, Jean tengah berupaya meminta ganti rugi kepada pemilik unit agar dipindahkan ke apartemen yang aman. Tak hanya itu, namun juga seluruh biaya termasuk biaya rumah sakit ditanggung oleh pemilik atau pengelola apartemen. Jean yang sempat tinggal di Amerika Serikat itu, enggan meminta ganti rugi psikis karena menurutnya bakal percuma.
“Kami enggak minta kerugian psikis. Psikis istri saya, susah tidur malam, anak saya sampai bilang ‘
I hate Indonesia, I wanna go to America’. Sekarang ini pilihan kami satu-satunya minta pindah, kami sewa tiga
bedrooms, kami tetap mau dapat segitu,” kata Jean.
Jean menyampaikan permohonannya itu melalui surat elektronik. Dalam balasannya, pemilik menolak mengakui insiden itu karena kelalaian mereka. Mereka juga enggan mengganti rugi sesuai permintaan Jean.
CNNIndonesia.com sudah melakukan upaya konfirmasi kepada pihak manajemen namun tak dipenuhi permintaannya. Di sisi lain, Asosiasi Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (Appersi) menyatakan Apartemen Parama bukanlah hunian satu-satunya yang memiliki persoalan tersebut. Appersi meminta pemerintah segera melakukan tindakan tegas terhadap pengelola gedung bermasalah, yang tak memiliki kewajiban yang harus dipenuhinya.
(asa)