Meraba di Balik Redup Polri Berantas Korupsi

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Senin, 10 Okt 2016 14:33 WIB
Citra Polri nyaris berubah dalam mengungkap kasus-kasus korupsi. Bareskrim menunjukkan geliat membongkar kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian publik.
Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, yang menjadi tempat pengusutan kasus korupsi. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Polri tidak pernah dikenal sebagai institusi yang garang dalam memberangus koruptor. Karena itulah pemerintah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai pendorong fungsi tersebut.

Hal itu tertuang dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang mengatur KPK. Lembaga itu dibuat bukan untuk mengambil alih tugas Polri dan Kejaksaan Agung, melainkan sebagai trigger mechanism atau stimulus upaya pemberantasan korupsi.

Namun, citra ini nyaris berubah menjelang peringatan hari Bhayangkara ke-69, 2015 lalu. Badan Reserse Kriminal Polri menunjukkan geliat dalam mengungkap kasus-kasus korupsi yang cukup menarik sorotan masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hampir sama seperti di Kuningan, markas KPK, sejumlah tokoh besar bolak-balik mendatangi Trunojoyo, markas Polri, ketika badan penyidik Kepolisian dipimpin oleh Komisaris Jenderal Budi Waseso. Di bawah kepemimpinan pria yang sempat diragukan karena tidak berlatarbelakang reserse itu, polisi justru giat menangani kasus-kasus rasuah.

Bahkan, rekor kasus korupsi dengan kerugian negara terbesar saat ini ada di tangan penyidik Polri. Kasus dugaan korupsi jual-beli kondensat bagian negara yang diduga membuat pemerintah kehilangan Rp35 triliun justru diusut oleh Bareskrim, bukan KPK.

Namun, sepercik sinar di institusi Polri justru meredup. Tak banyak kasus korupsi di Bareskrim yang sudah sampai di pengadilan.

Juga nyaris tak ada kasus baru yang diungkap atau setidaknya, diumumkan ke publik. Memang, tidak semua kasus yang ditangani Kepolisian bisa dipublikasikan.

Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto yang kini menjabat sebagai bos para detektif mengatakan tidak ada kasus yang berhenti diusut anak buahnya, termasuk perkara korupsi kondensat yang melibatkan PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).

"Untuk TPPI sedikit lagi, masih menunggu hasil audit tambahan," kata Ari belum lama ini, menjawab pertanyaan CNNIndonesia.com soal perkembangan kasus-kasus korupsi yang dia tangani.

Dia juga menyinggung kasus dugaan korupsi dana CSR Pertamina Foundation yang berkasnya baru kembali dikirimkan ke jaksa penuntut umum. Sementara untuk kasus dugaan korupsi Mobile Crane di PT Pelabuhan Indonesia II, menurutnya masih terhambat saksi yang berada di China.

 
Terdistraksi

Belakangan, tren penegakan hukum di Bareskrim berubah. Alih-alih menangkap penjahat elite, polisi lebih banyak mengungkap kasus-kasus yang berhubungan langsung dengan masyarakat.

Sekali lagi, memang tidak semua kasus yang ditangani polisi dipublikasikan. Ada banyak faktor yang memengaruhi hal ini, termasuk atensi masyarakat dan media sendiri. Namun, faktor penyaluran informasi dalam hal ini juga berperan besar.

Misalnya, kebiasaan polisi menggelar konferensi pers pengungkapan kasus atau perkembangan penenganan kasus itu sendiri. Polri belakangan lebih banyak mempublikasikan kasus-kasus yang terkait dengan perlindungan konsumen.

Sebut saja kasus vaksin palsu, obat palsu dan, yang terakhir, kasus beras Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik (Bulog) yang dioplos. Selain itu, ada pula kasus-kasus seperti tindak pidana perdagangan orang di bawah umur dan penipuan jemaah haji.

Sementara itu, tidak banyak perkembangan maupun pengungkapan korupsi yang sengaja dipublikasikan oleh polisi.

Kemungkinannya adalah polisi sengaja memilih tidak mempublikasikan kasus-kasus korupsi atau ada perubahan fokus pada penegakan hukum. Hal ini belum pernah benar-benar terjawab setelah ditanyakan dalam beberapa kesempatan.

Ari Dono ketika meninjau gudang pengoplosan beras, Jumat pekan lalu, mengatakan Presiden Joko Widodo memerintahkan Polri menjaga kesejahteraan masyarakat.

"Ini perintah Presiden bagaimana masyarakat kita sejahtera. Pemerintah, dalam hal ini Polri, harus hadir di tengah masyarakat," ujarnya. Sayangnya, pernyataan itu tak seutuhnya menjawab alasan perubahan ini.

 
Gaduh

Namun, perubahan ini bisa dilacak berawal dari pergantian kepemimpinan Bareskrim, 2015 lalu. Budi Waseso dicopot dan dimutasi menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional, digantikan Komisaris Jenderal (Purn) Anang Iskandar.

Pencopotan Budi disebut berbagai pihak, termasuk anggota Dewan dan pengamat hukum, sebagai buntut kegaduhan akibat langkah kuda memberantas korupsi.

Sebelum Budi resmi dicopot, Luhut Binsar Pandjaitan yang saat itu menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan mengatakan pemberantasan korupsi mesti dilakukan tanpa membuat gaduh. Dia juga pernah mengingatkan Polri untuk tidak sembarangan dan lebih berhati-hati menetapkan seseorang menjadi tersangka kasus ekonomi.

Kegaduhan memang terjadi setelah Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II RJ Lino mengadu kepada Sofyan Djalil yang saat itu menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Peristiwa itu sampai ke telinga Istana dan dikaitkan dengan isu pencopotan Budi.

Brigadir Jenderal (Purn) Victor Simanjuntak, salah satu ujung tombak Budi dalam mengungkap kasus korupsi besar, menilai ada intervensi pihak luar yang menghendaki Budi ditarik dari jabatan.

Intervensi yang muncul tidak terlepas dari penanganan kasus yang belakangan dilakukan tim penyidik Bareskrim. "Kalau Pak Buwas benar dicopot, seluruh penyidik Polri mentalnya bisa terganggu," kata Victor, kala itu.

Di bawah kepemimpinan Anang yang lebih banyak memilih bekerja dalam sunyi, ingar-bingar di Bareskrim pun lambat laun menghilang.

Sementara Jenderal (Purn) Badrodin Haiti yang kala itu masih menjabat sebagai Kapolri mengatakan pihaknya tidak akan berusaha menutupi kasus-kasus korupsi yang ditangani. "Kalau ditanya, kami akan jawab," ujarnya.

Setelah Ari Dono menjabat menggantikan Anang sebagai orang nomor satu di Bareskrim, keran aliran informasi ke publik baru perlahan kembali terbuka, meski arus publikasi kasus korupsi masih terbatas. (obs/rel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER