Tertembak Mati, Keluarga Asep Laporkan Polisi ke Komnas HAM

M. Andika Putra | CNN Indonesia
Senin, 10 Okt 2016 15:19 WIB
Asep ditembak pada 10 September lalu, penembakan tanpa surat penangkapan dan informasi pelanggaran hukum yang dilakukan korban.
Ilustrasi Penembakan. (Thinkstock/Ismagilov)
Jakarta, CNN Indonesia -- Keluarga almarhum Asep Sunandar akan melaporkan oknum polisi yang menembak mati pria asal Cianjur ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Keluarga didampingi oleh Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontrasS) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

"Saya minta (oknum polisi) diadili seadil-adilnya. Saya tidak membenarkan anak saya, pasti anak saya ada kesalahan. Tapi tidak bisa diperlakukan seperti itu," kata ibu Asep, Titim Fatima (49), saat memberikan keterangan kepada Komas HAM pada Senin (10/10).

Asep ditembak oleh salah satu oknum polisi sekitar waktu subuh pada 10 September lalu. Asep diincar polisi karena diduga melakukan penganiayaan terhadap salah satu santri dan masuk dalam daftar pencarian orang.
Kejadian yang menimpa Asep ini dinilai penuh kejanggalan sehingga menyita perhatian beberapa pihak. Kasus ini juga menarik perhatian The Asian Human Rights Commission (AHRC) yang berbasis di Hong Kong.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Polisi menembak mati Asep tanpa surat penangkapan dan informasi dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Asep. Setelah peristiwa penembakan, keluarga pun tidak mendapat informasi dari Polres Cianjur.

Keluarga mendapat informasi dari Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur bahwa Asep sudah meninggal dunia. "Saya mendapat kabar dan ditunjukkan foto Asep di rumah sakit. Saat itu saya memaksakan diri ke rumah sakit," kata Titim.

Menurut Titim, ketika dirinya tiba di rumah sakit, ada pihak kepolisian yang menjaga jenazah anaknya. Titim melihat lima luka tembak yang ada dibagian dada dan perut, ia tak melihat luka tembak lain karena hanya bagian tubuh itu yang diperlihatkan.
Setelah Titim melihat jenazah ada pihak Polres Cianjur yang meminta rumah sakit untuk memandikan dan mengafani jenazah. Ketika itu, hanya Titim yang diperbolehkan melihat jenazah, sanak keluarga lainnya tak diperbolehkan melihat oleh polisi.

"Di rumah sakit saya tanya pelakunya siapa gak ada yang tahu. Saya disuruh ke Polres untuk minta izin membawa jenazah," kata Titim.

Ketika sampai di Polres Cianjur, Titim bertanya siapa pelaku penambakan itu. Tak satu pun anggota Polres Cianjur yang mengetahui siapa oknum tersebut.

Titim malah diminta untuk menandatangani surat. Ia mengaku tidak membaca surat itu karena ingin proses berjalan cepat dan tidak tega melihat kondisi anaknya. Titim juga mendapatkan uang sebesar Rp5 juta sebagai bentuk duka cita Polres Cianjur dan tak ingat siapa yang memberikan uang itu.

"Sambil kasih uang dia bilang 'Bu jangan manjang ya bu, ini kalo manjang repot', saya bilang InsyaAllah. Uang itu saya kasih ke masjid dan saya kasih ke orang yang membantu jenazah dimakamkan," kata Titim.

Dua hari setelah jenazah Asep dimakamkan adik kandung Asep, Arifin, mendapat telepon dari orang yang menyatakan dirinya sebagai polisi. Orang itu menawarkan uang kepada Arifin sebanyak Rp5 juta sampai Rp100 juta.

Setelah menerima telpon itu ia didatangi Toha yang merupakan anggota Polres Cianjur.

"Pak Toha dateng ke rumah, dia bilang apabila ada kejanggalan diminta berkunjung ke Polres, karena apabila mendatangi yang lain, gak enak. Tapi saya tidak berangkat, tidak boleh sama ibu," kata Arifin.

Melihat kejanggalan ini, pihak keluarga sudah melaporkan peristiwa tersebut ke Mabes Polri dengan tanda bukti laporan Polisi NO: TBL/657/IX/2016/BARESKRIM pada tanggal 15 September 2016. Namun hingga saat ini pihak keluarga Asep belum mendapatkan informasi terkait tindak lanjut laporan tersebut.

Wakil Ketua Komnas HAM Ansori Sinungan menyatakan akan segera menangani kasus ini. Ia menjelaskan akan membahas terlebih dahulu dengan Komnas HAM untuk menangani kasus ini karena keterbatasan sumber daya manusia di Komnas HAM.

"Kami tindak lanjuti dengan klarifikasi dan investigasi. Untuk tahap awal kami nanti akan kirim surat terlebih dahulu. Apabila ada prosesur yang menyimpang kami tindak lanjuti, karena polisi sudah punya prosedur seperti apa penangkapan," kata Ansori.

Divisi Sipil dan Politik KontraS Arif Nur Fiqri menjelaskan sebaiknya Komnas HAM tidak sekadar berkirim surat dengan kepolisian. Menurut dia Komnas HAM memiliki peluang yang sangat besar untuk mengungkap kasus yang cukup janggal ini.

“Kejadian seperti ini cukup sering terjadi,” kata Arif. (yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER