Tuduhan Nazar dan Melihat Keseriusan KPK soal e-KTP

Joko Panji Sasongko | CNN Indonesia
Jumat, 14 Okt 2016 09:59 WIB
Keseriusan KPK terhadap penyidikan kasus dugaan korupsi e-KTP terus diperhatikan publik setelah lembaga itu menetapkan tersangka baru.
Ilustrasi KPK. Jumat, 23 Januari 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai kembali serius mendalami penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan proyek Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik nasional di Kementerian Dalam Negeri tahun 2011-2012.

Hal tersebut terlihat dari ditetapkannya mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemdagri periode 2012-2015, Irman, sebagai tersangka baru dalam kasus tersebut.

Jauh sebelum penetapan tersangka baru itu, KPK pada April 2014 lalu telah menetapkan mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek e-KTP di Kemdagri, Sugiharto sebagai tersangka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dugaan korupsi proyek e-KTP memang menyita perhatian publik. Bagaimana tidak, proyek yang menelan anggaran negara sebesar Rp6 triliun itu justru diduga merugikan negara sebesar Rp2 triliun.

Dugaan kerugian itu berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diminta oleh KPK. Pasalnya, saat pertama kali kasus itu terbongkar, KPK hanya menduga kerugian negara sebesar Rp1,1 triliun.

Selain kerugian keuangan negara, dugaan korupsi e-KTP ternyata menyeret sejumlah sama di lingkungan eksekutif, legislatif, dan swasta.

Tuduhan Nazaruddin

Di lingkungan eksekutif, nama mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi diduga terlibat dalam kasus tersebut. Dugaan itu pertama kali terlontar dari mantan politisi Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Politikus yang terseret kasus korupsi wisma atlet Hambalang itu menyebut Gamawan menerima aliran dana korupsi e-KTP.

Namun,​ Nazaruddin enggan membeberkan secara konkret tuduhannya kepada mantan Gubernur Sumatera Barat itu. Ia hanya mengklaim, sebagai justice collaborator, dirinya telah menyerahkan seluruh data berkaitan dengan tuduhannya kepada Gamawan ke KPK.

Nazaruddin menyebut Gamawan menerima US$2,5 juta dari proyek e-KTP. Uang itu juga disebut mengalir ke tangan adik Gamawan.

"Tentang aliran (dana) ke Gamawan itu ada yang diserahkan ke adiknya. Ada US$2,5 juta," ujar Nazaruddin di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (28/9).

Beberapa minggu setelah pernyataan itu, Gamawan dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai saksi bagi Irman. Saat itu, Gamawan dengan tegas membantah tuduhan Nazaruddin.

Ia mengklaim dirinya merupakan garda terdepan dalam mencegah korupsi proyek e-KTP. Ia berdalih, pernah mengajak KPK mengawasi jalannya proyek dan meminta BPKP melakukan audit untuk memastikan proyek e-KTP bebas dari korupsi. Gamawan pun pernah melaporkan tuduhan Nazarudin ke Polda Metro Jaya pada tahun 2013, atas tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah.

Menanggapi pernyataan Nazaruddin dan Gamawan, Pelaksana Tugas Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, KPK masih melakukan analisis keterangan terhadap sejumlah saksi dan dokumen.

Menurutnya, pemanggilan seseorang sebagai saksi merupakan bagaian dari proses pengembangan penyidikan. Namun, KPK tidak menutup kemungkinan setiap saksi dinyatakan bersalah karena terlibat korupsi.

“Penyidik memanggil seorang saksi pasti sudah memiliki petunjuk awal. Dugaan bahwa yang bersangkutan memiliki keterangan yang relevan dengan kasus yang sedang disidik,” ujar Yuyuk.

Komisi II DPR

Sementara itu, di lingkungan legislatif, dua mantan Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Golkar, yaitu Agun Gunandjar Sudarsa (periode 2012-2014) dan Chairuman Harahap (2009-2012) juga diperiksa KPK dalam pusaran dugaan korupsi e-KTP. Komisi II DPR merupakan rekan kerja Kemdagri dalam membahas dan mengesahkan alokasi Rp6 triliun untuk proyek e-KTP.

Sama halnya dengan Gamawan, dugaan penerimaan aliran dana korupsi ke kantong sejumlah anggota Komisi II DPR pun bermula dari celotehan Nazaruddin. Pada bulan September 2013, Nazaruddin pernah menyerahkan data tentang dugaan korupsi pada proyek e-KTP ke KPK.

Dalam dokumen yang dibawa oleh pengacara Nazaruddin, Elza Syarief, terdapat sejumlah nama-nama yang diduga menikmati duit haram e-KTP. Nazaruddin menyebut ada aliran dana jutaan dolar yang dibagikan kepada sejumlah anggota dewan, yakni Olly Dondokambey mendapat US$1 juta, sedangkan Melchias Markus Mekeng dan Mirwan Amir ​masing-masing ​sebesar US$500 ribu.

Sementara tiga pimpinan Komisi II DPR kala itu, yaitu Chairuman, Arief Wibowo, dan Ganjar Pranowo disebut mendapat US$500 ribu.

Anggota DPR yang disebut Nazaruddin pun membantah. "Ya buktikan saja sama dia (Nazaruddin). Itu kata dia (Nazar), saya kenal juga enggak," ujar Chairuman usia diperiksa KPK.

Terpisah, Agun juga sejalan dengan pendahulunya. Ia mengaku tidak ada masalah dalam pembahasan proyek e-KTP di DPR. Ia juga membantah menerima fee dari proyek itu.

Ia mengaku tidak begitu memahami proses pembahasan anggaran proyek e-KTP. Pasalnya, saat menjabat sebagai Ketua Komisi II, pembahasan proyek telah masih ke dalam tahap teknis.

“Rumor (bagi-bagi fee) dimana-mana tidak ada berhentinya. Kita tunggu penyidikan KPK saja,” kata Agun.

Terakhir, di sektor swasta, nama pengusaha Andi Narogong alias Andi Agustinus disebut sebagai salah satu sosok yang diduga menjadi pengatur korupsi proyek e-KTP. KPK juga sempat menggeledah kediaman Andi pada 2013, untuk mengembangkan penyidikan.

Namun, hingga kini sejumlah keterangan saksi dan dokumen dalam proses penyidikan belum mampu memastikan keterlibatan Andi.

Nazarudin menyebut Andi diduga menyuap sejumlah pihak di Kemdagri dan DPR agar memenangkan Perum Percetakan Negara Republik Indonesia dengan nilai pengajuan proyek Rp5,8 triliun.

Padahal, saat itu nilai proyek yang diajukan Perum PNRI lebih besar ketimbang dua peserta tender lain, konsorsium Telkom dan konsorsium Solusindo yang nilainya hanya Rp4,7-Rp4,9 triliun.

Setelah sekian lama diam, akhirnya KPK kembali lagi beraksi untuk mengusut, mendalami, hingga memeriksa para saksi guna menguak praktik korupsi yang merugikan negara tersebut. 


(rel/asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER