Komnas HAM Minta Reklamasi Teluk Jakarta dan Benoa Dibatalkan

M Andika Putra | CNN Indonesia
Rabu, 26 Okt 2016 08:49 WIB
Komnas HAM menilai reklamasi Teluk Jakarta dan Teluk Benoa sarat pada kepentingan bisnis dan berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia.
Komnas HAM akan memberikan rekomendasi pada pemerintah untuk mencabut izin reklamasi di Teluk Jakarta dan Teluk Benoa. (REUTERS/Beawiharta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia akan memberikan rekomendasi pada pemerintah agar izin reklamasi Teluk Jakarta dicabut. Komnas HAM menilai, proyek pengurukan laut itu berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia, bukan mesejahterakan warga.

Komisioner Komnas HAM Siane Indriani mengatakan rekomendasi serupa juga akan dikeluarkan pada proyek Teluk Benoa di Bali.

Rekomendasi akan diberikan setelah Komnas HAM menerima keluhan dari warga sekitar Teluk Jakarta dan Teluk Benoa. Rekomendasi akan disusun secepatnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Siane, ada beberapa pelanggaran hukum yang terjadi dalam proyek reklamasi. Salah satunya adalah pelanggaran Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945.
"Pengelolaan SDA (sumber daya alam) seperti bumi, air dan tanah milik negara yang dipakai untuk mensejahterakan rakyat. Pada reklamasi ada potensi pelanggaran HAM. Banyak kejadian pengusuran paksa kemudian mengambil hak kesejahteraan masyarakat," kata Siane kemarin di Kantor Komnas HAM, Jakarta.

Rencana pemberian rekomendasi ini menurutnya bukan berarti Komnas HAM antipati pada reklamasi. Namun lebih pada potensi pelanggaran HAM dan dugaan reklamasi untuk kesempatan bisnis semata.
Di samping itu, ekosistem sekitar wilayah yang direklamasi akan rusak dan merugikan warga yang tinggal di sekitarnya.

"Reklamasi dilakukan sebagai proses bisnis yang menguntungkan segelintir orang dan mengorbankan orang banyak. Kerusakan ini tidak bisa dipulihkan, karena ini sifatnya permanen. Kalau reklamasi terlanjur dilakukan, tidak bisa dikembalikan seperti sebelumnya," kata Siane.

Khusus untuk Teluk Benoa, Komnas HAM akan merekomendasikan Peraturan Presiden Nomor 51 tahun 2014 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita) dicabut.

Dalam Perpres itu terdapat poin yang menyatakan untuk merubah peruntukan Teluk Benoa dari kawasan konservasi menjadi zona budidaya yang dapat direklamasi maksimal seluas 700 hektare.

Perpres itu merupakan revisi dari Perpres Nomor 45 tahun 2011 tentang tata ruang kawasan Sarbagita yang memasukkan kawasan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi perairan.

Reklamasi Telak Benoa Sarat Bisnis

Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (For BALI) I Wayan Gendo Suardana mengatakan, proyek reklamasi Teluk Benoa lebih sarat pada kepentingan bisnis. Menurutnya reklamasi ini akan membangun 16 pulau baru. Di atas pulau-pulau itu nantinya akan banyak dibangun proyek properti.

"Teluk Benoa itu kawasan wisata strategis. Bandara, pelabuhan dan jalan tol sudah ada. Investor akan bangun properti di sana dan untung besar, tanpa iklan pasti pengunjung datang," kata Gendo.

Gendo menuturkan, proyek reklamasi telihat dari tol yang mengubungkan antara bandara dan pelabuhan. Di beberapa titik tol itu sudah terdapat sayap di bagian kanan dan kiri. Ia menduga sayap-sayap itu akan dibangun untuk akses masuk ke pulau reklamasi yang dibangun nanti.
Total luas Teluk Benoa mencapai 1.400 hektare. Separuhnya diperkirakan bakal lenyap dan akan menjadi daratan. Menurutnya, dengan tambahan wilayah seluas itu, keuntungan yang akan didapat investor sangat menggiurkan.

"Kami pernah hitung-hitungan, mereka minimal dapat untung Rp120 triliun untuk sekali proyek. Sehabis bangun akan mereka jual. Modal mereka hanya Rp 30 triliun," kata Gendo.

Investor membeli lahan untuk reklamasi dengan harga yang murah sekitar Rp300 juta hingga Rp400 juta untuk setiap 100 meter persegi. Sedangkan harga lahan nantinya setelah jadi daratan menjadi Rp1,5 miliar per 100 meter persegi atau naik hingga lima kali lipat.

Penolakan terus datang terhadap rencana reklamasi ini. Gendo mengklaim ada 39 desa adat yang menolak proyek reklamasi.

"Total desa adat di Bali kurang lebih 1.000, sepanjang sejarah baru kali ini ada desa adat yang menolak reklamasi. Sebelumnya tidak pernah ada," kata Gendo. (sur/asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER