Jakarta, CNN Indonesia -- Panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat M Santoso mengaku telah membocorkan hasil gugatan perdata antara PT Kapuas Tunggal Persada (KTP) melawan PT Mitra Maju Sukses (MMS) sebelum sidang putusan pada 30 Juni lalu.
Hasil gugatan itu dibocorkan pada pengacara PT KTP, Raoul Adhitya Wiranatakusumah. Majelis hakim yang diketuai Partahi Tulus Hutapea menyatakan, PT KTP selaku pihak tergugat menang melawan PT MMS.
Hal ini diungkapkan Santoso saat menjadi saksi dalam sidang kasus suap dengan terdakwa Raoul di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (26/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota majelis hakim Yohanes Priyana geram mendengar pengakuan Santoso. Dia lantas menanyakan tujuan Santoso membocorkan hasil putusan sidang.
"Kepentingan saudara membocorkan hasil putusan pada salah satu pihak ini apa?" tanya hakim Yohanes.
Santoso hanya terdiam.
"Apa ada yang menyuruh membocorkan? Majelis hakim atau siapa?" hakim Yohanes kembali bertanya.
Santoso masih terdiam. Namun dia kemudian menjawabnya.
"Tidak disuruh majelis hakim. Saya memang salah yang mulia," jawab Santoso.
"Bukan masalah salahnya, tapi ini yang kemudian jadi persoalan," ucap hakim Yohanes.
Yohanes menuturkan, dulu sebelum sidang putusan, panitera pengganti selalu diajak bermusyawarah untuk memutuskan hasil perkara. Namun sesuai peraturan pengadilan, panitera pengganti tak lagi diajak diskusi.
"Takutnya nanti bocor dulu sebelum diputus. Seperti Anda ini," ucap hakim Yohanes.
Santoso mengungkapkan bahwa dirinya memang sejak lama telah berkomunikasi dengan Raoul. Saat pertama kali dihubungi pada 4 April 2016, Raoul meminta padanya untuk membantu memenangkan perkara.
Dia juga dikenalkan dengan staf bidang kepegawaian di kantor Raoul, Ahmad Yani, untuk membantu mengurus perkara tersebut. Imbalannya berupa uang Rp300 juta yang dijanjikan Raoul pada Santoso.
Dia pun mengaku telah menerima uang tersebut melalui Ahmad usai sidang putusan. Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) disebutkan bahwa uang yang telah ditukarkan dalam bentuk dolar Singapura itu diserahkan dalam dua amplop yang berbeda. Satu amplop berisi Sin$25 ribu sementara amplop lainnya berisi Sin$3 ribu. Namun Santoso mengaku tak tahu soal keberadaan amplop tersebut.
"Saya belum lihat amplop itu," tutur Santoso.
Dia juga membantah bahwa uang itu akan diserahkan pada majelis hakim. Santoso mengaku saat itu masih menunggu perintah dari Raoul terkait pemberian uang tersebut.
Meski demikian, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Santoso menyebutkan bahwa hakim Casmaya yang juga menangani perkara sempat menanyakan perkembangan kasus tersebut sebelum sidang putusan.
"Pak Casmaya bilang bagaimana Raoul. Dari pertanyaan itu saya memahami Casmaya tanyakan soal janji Raoul akan memberikan uang," kata JPU saat membacakan BAP Santoso.
Namun Santoso lagi-lagi membantahnya. Dia menilai itu hanya asumsi dirinya. Santoso beralasan uang yang diterimanya itu hanya imbalan yang dijanjikan Raoul melalui Ahmad.
Sebelumnya Raoul didakwa bersama Ahmad -yang dituntut terpisah menyuap hakim Partahi dan Casmaya melalui Santoso. Sebelum sidang putusan, Raoul sempat menemui hakim Partahi dan Casmaya. Entah apa yang dibahas, namun akhirnya majelis hakim memutuskan untuk menolak gugatan PT MMS.
Uang sebesar Sin$28 ribu atau sekitar Rp300 juta kemudian diberikan pada Santoso melalui Ahmad di kantor Raoul. Uang diduga sebagai imbalan karena majelis hakim telah memenangkan PT KTP sebagai pihak tergugat.
(rel/yul)