Jakarta, CNN Indonesia -- Perdebatan seputar kata 'pakai' terkait ucapan petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama soal Surat Al-Maidah ayat 51, masih berlanjut. Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin menyatakan, ada atau tidaknya kata 'pakai' bukan sebuah masalah yang berarti.
Dengan atau tanpa kata tersebut, menurut Din, Ahok tetap melakukan penistaan agama. Sebab, kata dia, Ahok menyebut kata 'dibohongi' yang menjadi sumber persoalan. Ia pun meminta berbagai pihak untuk tidak lagi memperdebatkan kata 'pakai' itu.
"Justru kalau itu diutak-atik, ini ada isyarat mau tidak berkeadilan, mohon maaf. Ini dibaca oleh umat Islam seperti ada gelagat mencari celah untuk membela (Ahok), berbahaya itu," kata Din saat ditemui usai Rapat Pleno XII Dewan Pertimbangan MUI di Jakarta, Rabu (9/11).
Polemik kata pakai itu dipicu oleh ucapan Ahok saat kunjungan kerja di Kepulauan Seribu. Saat itu ia meminta masyarakat tidak mudah dibohongi orang lain yang menggunakan surat Al-Maidah ayat 51 saat Pilkada 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya karena dibohongi pakai surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho. Itu hak bapak ibu, ya," kata Ahok saat di Kepulauan Seribu.
Sebagian kalangan, mayoritas pendukung Ahok menyebut pangkal persoalan terletak pada tidak lengkapnya transkrip yang tersebar di masyarakat. Kata 'pakai' setelah kata 'dibohongi' dalam ucapan Ahok itu dihilangkan. Akibatnya, pemahaman dan maknanya jadi berbeda.
Hal serupa juga diutarakan oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Namun, belakangan Tito mengatakan bahwa penafsirannya terhadap ucapan Ahok merupakan kutipan dari penafsiran ahli bahasa.
Din berpendapat sebaliknya. Mantan Ketua Umum Muhammadiyah ini menjelaskan, kata auliya dalam surat Al-Maidah ayat 51 mengandung banyak arti, bukan monotafsir. Bisa diartikan sebagai pemimpin, kawan setia atau kawan dekat.
Akan tetapi, menurutnya, seseorang tidak boleh menyalahkan tafsir orang lain. Hal ini dilanggar oleh Ahok. Sebab, kata Din, pernyataan Ahok itu menunjukkan ada objek atau subjek yang membohongi orang lain dengan memakai surat itu.
Atau dengan kata lain, Ahok telah melakukan penistaan terhadap agama, kitab suci Alquran, atau ulama karena telah menyalahkan pemahaman orang lain.
"Jadi mohon dipahami bahwa letak penistaannya itu adalah penyalahan pemahaman orang lain dengan menggunakan kata peyoratif negatif yaitu dibohongi," kata Din.
Masalah BesarDin pun kembali meminta pemerintah tidak menganggap remeh perkara penistaan agama yang diduga dilakukan Ahok. Menurutnya, ada masalah besar di balik kasus itu.
"Di belakang ini ada masalah besar bagi bangsa. Ada ketidakadilan, ada kesenjangan ekonomi. Kalau ini berhimpit, mohon maaf, ini bukan persoalan kecil," ujarnya.
Menurutnya, pernyataan Ahok telah menyinggung umat Islam dan dapat memantik gelombang amarah yang lebih besar dari umat Islam jika berhimpitan dengan kondisi ketidakadilan ekonomi.
Din meminta pemerintah, baik presiden maupun aparat penegak hukum mengambil langkah tegas dan berlaku adil atas kasus ini. Dia mengatakan, jalan keluar terbaik atas kasus ini adalah penegakan hukum secara berkeadilan, cepat, transparan, dan memperhatikan rasa keadilan masyarakat.
"Dewan Pertimbangan MUI minta perhatian ini masalah besar, bukan masalah kecil dan sumbunya ini adalah Gubernur Basuki Tjahaja Purnama itu sendiri," kata Din.
Hari ini Dewan Pertimbangan MUI melakukan rapat pleno dengan tema membahas kondisi keumatan dan kebangsaan terkini. Anggota dewan terdiri atas 70 Ketua Umum ormas Islam dan 29 tokoh baik ulama maupun cendekiawan muslim.
Din mengatakan, rapat pleno telah menyepakati bahwa MUI memperkuat pendapatnya yang telah dikeluarkan pada 11 Oktober lalu tentang kasus penistaan agama ini.
"Jelas di situ dinyatakan sebagai penistaan agama, itu pandangan keagamaan MUI. Kita minta itu menjadi rujukan aparat penegak hukum, kepolisian, Bareskrim dalam menangani kasus ini," katanya.
"Kalau bisa disebut ini adalah pandangan seluruh umat Islam Indonesia yang diwakili ormas Islam," Din menuturkan.
(wis/obs)